Semakin banyak mahasiswa di Indonesia yang mulai menyadari pentingnya peran mereka dalam melakukan judicial review atau uji materi terhadap Undang-Undang (UU) yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Fenomena ini semakin marak terjadi, terutama di kalangan mahasiswa di luar Kalimantan Timur (Kaltim). Merespons hal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) menantang mahasiswa di Kaltim untuk lebih aktif mengajukan uji materi ke MK.
Dalam penutupan Focus Group Discussion (FGD) Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2024 yang berlangsung di Hotel Fugo, Samarinda, Sabtu (31/8), Hakim MK Prof Enny Nurbaningsih mengungkapkan bahwa semakin banyak permohonan uji materi UU yang diajukan oleh generasi muda, khususnya mahasiswa.
Namun, ia mencatat bahwa hingga saat ini belum ada mahasiswa dari Samarinda, khususnya dari Universitas Mulawarman (Unmul) dan Universitas 17 Agustus (Untag), yang pernah mengajukan permohonan ke MK.
"Pada waktu di Unmul, saya menyampaikan bahwa belum ada mahasiswa dari Unmul dan Untag yang mengajukan uji materi ke MK. Mungkin dari Pusat Studi Konstitusi di Samarinda belum sampai mengajarkan bagaimana cara membaca dan memahami Undang-Undang dengan baik," ujar Prof Enny dalam kanal resmi MK RI yang diunggah pada Sabtu (31/8).
Sebagai mantan Kepala Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN), Prof Enny mencontohkan permohonan uji materi terbaru yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI), yang berhasil dikabulkan oleh MK.
Dalam kasus tersebut, dua mahasiswa UI, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria, berhasil memenangkan permohonan judicial review terhadap Pasal 69 huruf i UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada.
MK menyatakan bahwa frasa "tempat pendidikan" dalam norma Pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Mahasiswa UI ini sangat jeli melihat celah hukum yang belum pernah ada pemohon lain yang melihatnya. Permohonan mereka menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam membangun argumentasi hukum yang kuat, terutama dalam hal legal standing," jelasnya.
Legal standing atau kedudukan hukum adalah salah satu aspek yang pertama kali diperiksa oleh MK dalam setiap permohonan uji materi.
Prof Enny menekankan bahwa banyak pemohon yang gagal memenuhi syarat legal standing karena tidak mampu menguraikan atau menjelaskan kualifikasi sebagai pemohon dengan baik, termasuk kerugian hak konstitusional yang mereka alami.
"Terkadang, pemohon tidak bisa membangun dalil yang tepat mengenai legal standing-nya. Memahami kerugian hak konstitusional ini penting, dan tidak boleh sembarangan dalam memilih hak yang dianggap dirugikan," tegas Prof Enny.
Dengan meningkatnya kesadaran hukum di kalangan mahasiswa, Prof Enny berharap lebih banyak mahasiswa, khususnya dari Kaltim, yang terlibat dalam judicial review.