kalimantan-timur

Potensi Rp 200 Triliun dari DBH Sawit, Sudah “Cair” Rp 200 Miliar

Rabu, 11 September 2024 | 09:45 WIB
Kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel.

Di era kepemimpinan Gubernur Kaltim Isran Noor dan Wakil Gubernur Hadi Mulyadi meninggalkan sejumlah kebijakan yang masih berjalan selepas keduanya tak lagi menjabat per Oktober 2023 lalu. Pemprov Kaltim menjadi salah satu inisiator keluarnya peraturan pemerintah (PP) yang mengatur pembagian dana bagi hasil (DBH) sawit untuk provinsi/daerah penghasil.

Dalam perjuangan PP tersebut, Kaltim bersama 22 pronsi penghasil sawit lainnya mendesak pemerintah pusat untuk memberikan DBH dari sektor sawit. DBH ini sama seperti sektor lainnya seperti batu bara, migas, dan tembakau yang sudah lebih dulu diatur. Usulan DBH sawit ini akhirnya diakomodir pemerintah pusat melalui Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

 

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati mengatakan, regulasi pemberian DBH sawit telah masuk dalam arah kebijakan umum Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun Anggaran 2023. Sehingga, pembagian DBH sawit ini terealisasi tahun 2024 ini.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati mengatakan, hasil peruntukan DBH Sawit akan difokuskan untuk pembangunan infrastruktur di berbagai sektor, seperti infrastruktur perkebunan dan infrastruktur publik lainnya. "DBH Sawit ini sudah ditentukan penggunaannya, yakni untuk pembangunan infrastruktur. Jadi, kita sudah dorong penggunaan dana ini untuk peningkatan infrastruktur, seperti yang dibutuhkan Dinas PUPR dan Dinas Perkebunan," ujar Ismiati di Samarinda, Kamis (5/9).

Ismiati menjelaskan, alokasi DBH sawit untuk di tahun ini sebesar Rp 38 miliar dari Rp 200 miliar lebih yang sudah diserahkan oleh pusat, sementara sisanya dialokasikan untuk kabupaten/kota di Kaltim. "Meskipun nilainya dianggap kecil, namun kami bersyukur perjuangan kita telah membuahkan hasil. Penganggaran earmarking untuk DBH sawit ini berjalan lancar," ucapnya.

Bapenda sebagai koordinator, menyebut telah melaksanakan sejumlah tugas termasuk dalam penganggaran dalam earmarking untuk mengelola pemanfaatan dana DBH Sawit.

Namun, Ismiati mengingatkan bahwa pencairan dana DBH Sawit ini tergantung pada persyaratan yang telah ditetapkan. "Karena sifatnya earmarking, maka penggunaan dana ini harus sesuai dengan peruntukannya," tegasnya. 

Selama ini diketahui, pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dikelola oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan tanpa ada pembagian ke daerah penghasil. Ini yang dituntut oleh Pemprov Kaltim.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman (Unmul) Zulkarnain mengatakan bahwa sudah sepantasnya daerah juga turut menikmati hasil sumber daya alam (SDA) untuk pembangunan dan kesejahteraan daerah.
"Dari yang kami hitung, nilai ekonomi komoditas sawit dari Kaltim ini sekitar Rp 200 triliun lebih. Itu baru CPO dan kernel, belum yang lain. Jadi, sebenarnya kita bisa transformasi ekonomi pasca tambang, kalau itu dibagi ke daerah," bebernya.  

Selain DBH sawit, pihaknya bersama Bapenda juga tengah mengukur potensi penerimaan DBH lain yang berpotensi diterima Kaltim. Diantaranya DBH dari bidang kehutanan, ESDM, telekomunikasi dan perhubungan.

Perjuangan lainnya adalah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.  

“Ini terkait profit sharing IUPK batu bara. Profit sharing batu bara, khusus Kaltim saja, kita menerima Rp 1,2 triliun. Khusus provinsi menerima lebih Rp 300 miliar dan penghasil terbanyak penerima tahap pertama adalah Kutai Timur sekitar Rp 500 miliar, setengah triliun lebih,” katanya.

Sehingga Zulkarnain menyebut bahwa ke depan potensi seperti ini jika ditingkatkan, maka daerah akan bisa menikmati hasil sumberdaya alamnya sendiri dan tidak lagi bergantung pada dana APBN dari pusat belaka. (mrf/nha)

 

Halaman:

Tags

Terkini