Santosa begitu kecewa. Putrinya yang menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Mulawarman (Unmul) tidak termasuk penerima Beasiswa Kaltim Tuntas (BKT) tahun ini. Padahal dari uang itu, Santosa sangat berharap mampu meringankan bebannya. Sebagai pensiunan golongan rendah, Santosa sangat terbantu dengan program itu. Maklum, Santosa yang tinggal di Balikpapan, sehingga harus mengeluarkan anggaran lebih untuk biaya kos putrinya di Samarinda.
Kekecewaan Santosa memang beralasan. Dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) yang mencapai 3,8, Santosa dan putrinya itu sudah sangat yakin menerima program bantuan belajar pemerintah provinsi tersebut.
“Dengan IPK 3,8, anakku dinyatakan tidak lolos seleksi karena dianggap nilai skoringnya di bawah standar,” kata Santosa menyampaikan keluhan kepada awak Samarinda Pos. Putri Santosa tentu tidak sendiri. Dipastikan banyak mahasiswa Kaltim yang kecewa. Maklum, anggaran beasiswa tahun ini memang terpangkas banyak.
Ya, kekecewaan dirasakan oleh sejumlah mahasiswa Kaltim yang gagal mendapatkan BKT tahun ini. Padahal program ini telah berjalan sejak masa gubernur Isran Noor pada 2020. Banyak mahasiswa dengan IPK di atas 3,8 pun tidak lolos seleksi beasiswa ini. Hal ini memicu keluhan di berbagai media sosial.
Ketua Badan Pelaksana Beasiswa Kaltim Tuntas (BP-BKT) Iman Hidayat, menjelaskan bahwa IPK bukanlah satu-satunya faktor penentu kelayakan mendapatkan beasiswa. Ia menegaskan, akreditasi program studi dan perguruan tinggi juga berpengaruh dalam skoring seleksi beasiswa.
“Meskipun IPK tinggi, jika akreditasi program studi atau perguruan tingginya rendah, maka skornya akan turun setelah dimasukkan ke dalam rumus penilaian,” jelas Iman. Iman juga menambahkan bahwa pada tahun ini, banyak sekali pendaftar dari perguruan tinggi dengan akreditasi A dan nilai yang tinggi, sehingga persaingan semakin ketat. Perguruan tinggi berakreditasi B dengan mahasiswa berprestasi secara otomatis kalah bersaing dalam seleksi.
Selain itu, Iman mengungkapkan bahwa salah satu alasan pengurangan kuota penerima beasiswa adalah pemangkasan anggaran beasiswa. Anggaran yang awalnya diusulkan sebesar Rp 500 miliar pada era Gubernur Isran Noor, kini mengalami pengurangan signifikan sejak pergantian ke Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik.“Pada masa Pak Isran , usulan anggaran murni sebesar Rp 250 miliar dan ditambah Rp 250 miliar di anggaran perubahan. Jadi total Rp 500 miliar,” terangnya.
Namun, tahun ini anggaran APBD murni untuk beasiswa hanya sebesar Rp 200 miliar, atau sekitar 40 persen dari anggaran tahun sebelumnya. Pada APBD perubahan, hanya ditambahkan Rp 20 miliar, sehingga total anggaran beasiswa menjadi Rp 220 miliar, atau hanya 46 persen dari anggaran tahun lalu. Total penerima beasiswa pun berkurang, dengan sekitar 47 ribu mahasiswa menjadi penerima, diprioritaskan untuk masyarakat miskin sebanyak 20 ribu orang.
“Dari total anggaran itu, hanya Rp 12 miliar yang dialokasikan untuk Beasiswa Kaltim Tuntas. Sementara sisanya digunakan untuk mahasiswa yang kuliah di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) di Kukar,” ungkap Iman. Iman menegaskan, pihaknya hanya bertugas melakukan seleksi berdasarkan skoring, sementara kebijakan anggaran sepenuhnya berada di tangan pemerintah provinsi.
“Efek dari pemangkasan anggaran ini adalah berkurangnya jumlah penerima beasiswa. Kasihan mereka yang sudah berusaha keras dan sangat berharap untuk mendapatkan bantuan kuliah. Bagi yang lolos, selamat. Bagi yang belum, terus semangat dan jangan berkecil hati,” pesannya.
Pemangkasan anggaran ini juga dibenarkan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim, Yusliando. Ia menyebutkan bahwa perubahan anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan prioritas untuk masyarakat miskin, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kaltim.
“Jika kita bandingkan, APBD 2023 memang lebih kecil dibandingkan tahun 2024 ini, sehingga ada penyesuaian di sektor pendidikan, termasuk beasiswa,” ujarnya.Selain itu, Yusliando menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan evaluasi terhadap program beasiswa ini untuk menentukan arah kebijakan yang lebih baik ke depan.
“Kami sedang menyusun perencanaan terkait beasiswa ini ke depan, untuk menentukan siapa yang harus menerima beasiswa secara utuh,” tutupnya. (mrf/nha)