kalimantan-timur

Kemarau Datang, Air Tanah di Balikpapan Mengering dan Kebakaran Lahan Meluas

Minggu, 22 September 2024 | 14:00 WIB
ilustrasi karhutla

MATAHARI di langit Balikpapan seolah tak pernah redup. Sudah hampir tiga minggu, awan-awan kelabu yang biasanya membawa hujan tak juga muncul. Tanah yang dulu subur kini retak, mengering, dan menyisakan debu yang beterbangan di setiap langkah. Di beberapa sudut kota, bahkan air tanah yang menjadi andalan sebagian besar penduduk sudah mulai menghilang, menguap seiring dengan semakin panasnya cuaca.

Di kawasan Bukit Batu, Nisa (37), seorang ibu rumah tangga, berdiri di samping sumur rumahnya yang kini tak lagi berisi air. Wajahnya memancarkan kekhawatiran yang mendalam. "Biasanya air sumur ini cukup untuk sehari-hari, tapi sekarang sudah kering," katanya dengan suara rendah. Nisa tak sendirian. Banyak warga lain di Balikpapan Timur dan Selatan mengalami hal serupa. Pasokan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) juga terganggu, karena sumber mata air alami mulai menyusut.

 

Kemarau kali ini berbeda. Selain mengeringnya air tanah, cuaca panas juga mulai terasa lebih menyengat. "Setiap hari, suhu mencapai lebih dari 34 derajat Celsius. Malam hari pun masih terasa gerah," ujar Budi, seorang pedagang di Pasar Klandasan. Kondisi ini memaksa banyak warga untuk lebih sering menggunakan kipas angin atau pendingin udara, yang tentu saja membuat biaya listrik melonjak.

Tak hanya itu, banyak warga juga mengalami masalah kesehatan, terutama kulit kering dan dehidrasi. Puskesmas di beberapa wilayah melaporkan peningkatan jumlah pasien yang datang dengan keluhan terkait panas, seperti sakit kepala, demam, dan kelelahan akibat dehidrasi. Masyarakat diimbau untuk terus menjaga asupan air dan meminimalkan aktivitas di luar ruangan pada siang hari.

Kemarau berkepanjangan ini juga membawa bencana lain yang lebih mengerikan: kebakaran lahan. Di beberapa titik di pinggiran kota, terutama di kawasan perbukitan dan lahan kosong, api mulai merembet. Petugas pemadam kebakaran Balikpapan menyebutkan, dalam seminggu terakhir saja, sudah ada lebih dari lima kebakaran lahan yang harus mereka padamkan.

 

"Kebakaran di musim kemarau ini sulit dikendalikan karena angin yang kencang dan kondisi tanah yang sangat kering," ujar Komandan Pemadam Kebakaran, Andi. Lahan gambut yang ada di sekitar Balikpapan Selatan dan Timur menjadi titik paling rawan karena sifatnya yang mudah terbakar saat kekeringan. Para petani dan pemilik lahan dihimbau untuk tidak sembarangan membakar sisa tanaman atau limbah, karena api bisa dengan cepat menyebar ke area lain.

Farid, seorang petani di Balikpapan Timur, melihat sendiri dampak buruk dari kemarau ini. Lahan yang biasanya ia gunakan untuk menanam sayuran kini hangus terbakar, menyisakan abu dan batang-batang pohon yang gosong. "Semua jerih payah selama berbulan-bulan hilang begitu saja," keluhnya. Farid bukan satu-satunya petani yang merugi. Banyak petani lain juga kehilangan hasil panen karena cuaca yang terlalu kering dan api yang sulit dikendalikan.

Di tengah kondisi yang semakin parah, semua orang di Balikpapan hanya memiliki satu harapan: hujan. Namun, langit yang cerah seolah tidak peduli dengan penderitaan yang dirasakan di bawahnya. Awan mendung hanya sesekali muncul, namun segera diusir oleh panas matahari yang tak kunjung henti.

Para ahli cuaca memprediksi bahwa musim kemarau ini akan berlangsung setidaknya selama dua minggu lagi. "Ini adalah salah satu dampak dari fenomena El Niño, di mana angin di Samudra Pasifik bergerak dengan pola yang menyebabkan kekeringan di wilayah Asia Tenggara," jelas Arif, seorang pakar cuaca di Balikpapan. Meskipun begitu, pihak berwenang dan masyarakat berharap prediksi tersebut salah, dan hujan bisa segera turun.

Dalam menghadapi kondisi ini, pemerintah kota Balikpapan mulai mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk mengurangi dampak kemarau panjang. Di antaranya adalah pembagian air bersih untuk daerah-daerah yang paling terdampak kekeringan. Selain itu, warga juga dihimbau untuk menghemat penggunaan air dan lebih bijak dalam menggunakan listrik.

Di beberapa kampung, warga bekerja sama untuk memadamkan api di lahan yang terbakar. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil yang bertugas memantau wilayah mereka dari potensi kebakaran. Ini adalah bentuk gotong royong yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Balikpapan, meskipun tantangan yang dihadapi kali ini sangatlah berat.

Namun, semangat kebersamaan inilah yang membuat mereka optimis bisa melewati musim kemarau ini. Seperti yang dikatakan Nisa, bahwa harus tetap berusaha.

"Mungkin besok atau lusa, hujan akan turun, dan semuanya akan kembali normalnormal," tutupnya. (*)

Tags

Terkini