Info pajak kendaraan akan naik menjadi 66 persen, sempat menghebohkan masyarakat. Namun belakangan disebutkan bahwa Informasi ini keliru, karena menggunakan mekanisme perhitungan yang salah. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati pun memberikan penjelasan dan mekanisme perihal pelaksanaan opsen pajak ini.
Ismi menjelaskan bahwa dasar hukum opsen pajak ada dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Opsen pajak adalah tambahan pungutan berdasarkan persentase tertentu. Opsen ini mencakup tiga jenis, termasuk opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2022, tarif opsen PKB dan BBNKB masing-masing sebesar 66 persen dari pajak terutang.
Kata dia, banyak yang salah paham tentang bagaimana opsen pajak kendaraan bermotor dihitung. Opsen pajak tidak langsung dikalikan dengan nilai objek pajak, melainkan dihitung berdasarkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang terutang. “Kaltim sendiri belum lama ini juga telah menurunkan tarif PKB-nya dari 1,75 persen di 2024 menjadi 0,8 persen di 2025," ucap ya.
Pemprov Kaltim yang terdiri dari eksekutif dan legislatif, telah mensimulasikan berbagai perhitungan saat menyusun Perda yang baru. Awalnya, mereka mempertimbangkan tarif sebesar 1,1 persen, 1,2 persen, 1,0 persen dan 0,9 persen. "Namun, untuk tidak membebani masyarakat, akhirnya diputuskan tarif pajak sebesar 0,8 persen," terangnya.
Tarif PKB untuk kendaraan pertama adalah 0,8 persen dan opsen yang dikenakan adalah 66 persen. Jika nilai jual kendaraan adalah Rp 15,8 juta, maka perhitungannya sebagai berikut: PKB Terutang: 0,8 persen x Rp 15.800.000 = Rp 126.400. Lalu opsen PKB: 66 persen x Rp 126.400 = Rp 83.424 dan total Pajak: Rp 126.400 + Rp 83.424 = Rp 209.824 Jadi, total pajak kendaraan yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah Rp 209.824.
Jumlah pajak kendaraan bermotor yang harus dibayarkan ini sebenarnya juga masih lebih kecil jika menggunakan skema perhitungan yang lama. Tarif PKB Kaltim yang lama adalah sebesar 1,75 persen, sehingga jika nilai objek pajaknya Rp 15,8 juta maka pajak yang harus dibayarkan sebesar Rp 276.500 atau lebih mahal Rp 66.676 dari perhitungan dengan Opsen PKB yang baru.
Dengan penerapan tarif ini, beban wajib pajak di Kaltim akan jauh berkurang. Misalnya, jika sebelumnya tarif adalah 1,75 persen kini dengan penerapan tarif 0,8 persen ditambah opsen 66 persen, totalnya menjadi sekitar 1,33 persen, masih lebih rendah daripada sebelumnya.
"Hal ini diharapkan tidak menimbulkan keraguan atau kekhawatiran di kalangan masyarakat Kaltim,” bebernya. Pada sistem lama pembagian pendapatan pajak menyebabkan keterlambatan dalam pengiriman dana ke kabupaten/kota. Hal ini terjadi karena kabupaten/kota harus menunggu provinsi menerima dana tersebut dan kemudian mendistribusikannya.
Namun, sistem baru menghilangkan keterlambatan ini dengan langsung mengirimkan dana ke kabupaten/kota saat pajak dibayarkan. Selain itu kabupaten/kota juga diuntungkan dengan meningkatnya pendapatan pajak dari skema perhitungan yang baru ini. Pasalnya jika merujuk pada aturan yang lama maka kabupaten/kota hanya menerima 30 persen dari bagi hasil pungutan pajak, sementara 70 persen sisanya masuk ke kas pemerintah provinsi.
“Dengan adanya opsen nanti tidak ada lagi saya (pemerintah provinsi) membagikan ke kabupaten/kota. Karena begitu orang bayar pajak di Samsat, itu langsung di split bill,” pungkasnya. (mrf/nha)