Sejumlah nama pegawai yang memasuki purnatugas atau tugas belajar di lingkungan RSUD AWS Samrinda dicatut dalam data pemberian TPP sepanjang 2018-2022. Nama-nama diselipkan dalam daftar penerima, meski aturan tak memperkenankan.
ROOBAYU, Samarinda
DI hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda yang dipimpin Jemmy Tanjung Utama, Edi Hariadi mengaku pengelolaan uang di rekening pribadinya sepenuhnya diurus istrinya, Yanni Oktavina yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda.
"Rekening Bankaltimtara saya dipegang langsung istri. Gaji atau tunjangan masuk langsung diurus istri," katanya saat memberikan keterangan di PN Tipikor Samarinda, Selasa (14/1). Soal rekeningnya yang digunakan dalam memanipulasi data penerima TPP, Edi mengaku baru mengetahui setelah dipanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kaltim untuk klarifikasi.
Dari klarifikasi itu barulah dia tahu kalau rekeningnya digunakan untuk menampung TPP dengan menggunakan nama-nama pegawai yang akan memasuki masa pensiun atau dokter-dokter yang sedang tugas belajar. "Saya sempat tanya ke istri. Kenapa bisa. Saya hanya tahu gaji atau TPP masuk tapi enggak tahu kalau ada uang lain yang masuk," tuturnya.
Mengenai sejumlah aset yang disita penyidik Kejati Kaltim, termasuk mobil hingga beberapa bidang tanah di Simpang Pasir, Palaran, Samarinda, Edi mengatakan, barang-barang tersebut dibeli dari penghasilan yang ada di rekeningnya. "Bisa jadi pembeliannya pakai uang itu," akunya.
Sejak kasus ini mencuat, dia sudah mengembalikan Rp 85 juta. Sementara istrinya mengembalikan Rp 145 juta secara bertahap. Meski begitu, kasus ini berdampak pada status PNS-nya di RSUD AWS. Dia dinonaktifkan sementara imbas kasus ini dan rekening sepenuhnya diblokir pihak rumah sakit selama perkara berproses.
"Sejak 2022 sudah enggak terima gaji atau tunjangan. Kalau dicek ada masuk tapi tak bisa diambil karena diblokir. Sementara kerja jadi ojol," ucapnya. Direktur Utama RSUD AWS Samarinda, Dr David Hariadi Masjhoer yang dikonfirmasi awak media selepas persidangan menerangkan, pemblokiran itu ditempuh selepas munculnya pemeriksaan BPK dan hasil koordinasi AWS dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim.
Meski dalam kasus yang menyeret Yanni Oktavina, staf administrasi keuangan AWS; Bendahara Pengeluaran periode 2018 dan 2021-2022; Bendahara Pengeluaran 2019-2020, Heru Juli Ananda ini, Edi hanya berstatus saksi tapi rekeningnya yang digunakan Yanni untuk menampung TPP itu. "Karena rekening terdakwa dan suaminya itu yang jadi tempat menampung TPP yang tak patut itu," sebutnya.
Terkait kendala terputusnya hak Edi sebagai PNS di lingkup AWS karena pemblokiran yang dipertanyakan hakim di persidangan, David menegaskan akan berkoordinasi lebih dulu dengan BPKAD terkait Hal tersebut. Sementara itu, Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan RSUD AWS Dr Agung Dwi Kurianto yang turut hadir memberikan kesaksian menuturkan, meski persetujuan pencairan ada di meja kerja mereka, penyusunan data penerima dirancang bagian keuangan. Khususnya bendahara pengeluaran. Baik dia maupun direktur utama, tidak mengecek satu per satu nama penerima.
Sejak penyaluran TPP itu jadi temuan BPK Perwakilan Kaltim akhir 2022 lalu, manajemen langsung melakukan pemblokiran rekening Yanni dan suaminya, Edi Hariadi. Dalam temuan BPK, dua rekening itu diinput terdakwa Yanni sebagai rekening para pegawai yang seharusnya tak menerima tunjangan karena beberapa kondisi, seperti pensiun atau tugas belajar.
Diketahui, sejumlah nama pegawai yang memasuki purnatugas atau tugas belajar di lingkungan RSUD AWS dicatut dalam data pemberian TPP sepanjang 2018-2022. Nama-nama diselipkan dalam daftar penerima, meski aturan tak memperkenankan. Daftar itu disusun terdakwa Yanni, sementara nomor rekening mereka dimanipulasi dan diganti dengan rekening milik Yanni atau suaminya. Jaksa penuntut Umum mendakwa kasus ini merugikan daerah mencapai Rp 6,35 miliar. (riz)