kalimantan-timur

Kembangkan Jejaring dan Inovasi, Jangan Berpangku pada Sumber Daya Alam

Selasa, 20 Mei 2025 | 11:40 WIB
Irianto Lambrie

Catatan: Irianto Lambrie

(Gubernur Kalimantan Utara/Kaltara 2016-2021)


PROKAL.CO-Membaca berita ini bikin miris. Dari SINDOnews.com. Terbit pada Sabtu, 17 Mei 2025.

Media online nasional itu memberitakan tentang Hyundai yang memiliki pabrik baterai raksasa bernama PT HLI Green Power di Jawa Barat.

Berdiri megah di Karawang, pabrik kolaborasi antara Hyundai dan LG Energy Solution ini bertugas merakit sel-sel baterai yang mampu menghasilkan 120.000 unit sel baterai per hari atau 32.640.000 sel per tahun!

Baca Juga: Sedang Joging, Seorang Perempuan di Balikpapan Dilecehkan

Namun, di balik produksi yang mengagumkan ini, tersimpan fakta unik.
Ubaidah Jarrah, Professional Cell Technology Team PT HLI Green Power, membocorkan fakta yang mengejutkan.

Dari total produksi sel baterai itu, 98 persennya, atau sekitar 19.752.300 sel, justru terbang jauh ke Korea Selatan (Korsel) dan India!

“Sebanyak 98 persennya ekspor ke Korea Selatan dan India, untuk Hyundai dan Kia Motor Group. Kalau untuk Indonesia baru 2 persen (sekitar 375.264 sel per tahun) dan hanya untuk Kona Electric saja,” ungkap Jarrah saat ditemui di Karawang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (15/5/2025), dikutip dari SINDOnews.com.

Baca Juga: Rencana Proyek Jalan Tol Samarinda-Bontang Kembali Mencuat, Target Dibangun Tahun 2028, Butuh Anggaran Segini

BERINOVASI

Dari berita itu mengingatkan saya akan sejumlah hal. Pada awalnya Tiongkok, Vietnam, Thailand, India dan Malaysia juga mengalami hal yang sama, namun saat ini negara-negara tersebut justru mampu menjadi pesaing tangguh terhadap produk-produk global dan mampu memproduksi sendiri yang dulu diproduksi oleh investor asing.

Pertanyaannya, apakah rezim pemerintahan di negara kita mampu mengubah mindset, mengembangkan inovasi dan networking serta karakter pemimpin dan rakyatnya seperti yang sudah dicontohkan oleh Tiongkok, Jepang, Korsel, Vietnam dan Malaysia?

World Bank pernah mengekspos hasil penelitian selama 20 tahun, untuk menjawab mengapa banyak negara-negara berkembang yang kaya sumber daya alam (SDA) justru banyak yang masih miskin dan memiliki utang luar negeri yang besar (khususnya kepada World Bank).

Halaman:

Tags

Terkini