SAMARINDA – Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius di Kalimantan Timur (Kaltim). Meskipun demikian, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim mencatat penurunan jumlah kasus secara signifikan dalam dua tahun terakhir. Hingga September 2025, dilaporkan sebanyak 11 orang meninggal dunia akibat penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti tersebut.
Angka kematian ini menunjukkan penurunan drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Kepala Dinkes Kaltim, dr. Jaya Mualimin, menyebut peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai faktor kunci yang berhasil menekan penyebaran DBD.
“Peran masyarakat sangat penting. Hindari genangan air, bersihkan lingkungan, dan segera periksa ke fasilitas kesehatan bila mengalami demam tinggi,” ujar Jaya, Jumat (10/10/2025).
Jaya menjelaskan, penurunan kasus ini tak lepas dari efektivitas pelaksanaan Gerakan 3M Plus yakni Menguras tempat penampungan air, Menutup wadah air dengan rapat dan Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menampung air.
Unsur “Plus” mencakup berbagai upaya lain, seperti menjaga kebersihan lingkungan, mengubur barang bekas, dan membakar sampah yang bisa menjadi sarang nyamuk.
Ia mengingatkan, meski masa pandemi Covid-19 telah usai, ancaman DBD tetap harus diwaspadai. Sebagai perbandingan, tahun 2023 Kaltim mencatat 45 kematian, sementara hingga September 2025, hanya 11 kematian yang dilaporkan.
Balikpapan dan Kukar Tertinggi dalam Kasus DBD
Meskipun trennya menurun secara keseluruhan, beberapa daerah masih mencatat kasus DBD yang tinggi. Data Dinkes Kaltim hingga September 2025 menunjukkan sebaran kasus tertinggi berada di:
Balikpapan: 987 kasus
Kutai Kartanegara (Kukar): 689 kasus
Samarinda: 544 kasus
Adapun 11 kasus kematian tersebar di Balikpapan, Samarinda, Paser, Bontang, Kukar, Penajam Paser Utara, dan Berau, dengan masing-masing dua kasus terjadi di Kutai Timur dan Kutai Barat.
Menurut Jaya, kondisi geografis dan iklim tropis Kaltim yang lembap dan memiliki curah hujan tidak menentu menjadikan wilayah ini endemik DBD.
"Nyamuk Aedes aegypti dapat terbang hingga 200 meter dari tempat berkembang biaknya. Karena itu, pencegahan harus dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu rumah,” ujarnya. (adv/diskominfo/i)