SAMARINDA – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur (Kaltim) untuk tahun 2026 dipastikan mengalami penurunan yang sangat signifikan. Dari rencana awal sebesar Rp21 triliun, total anggaran disesuaikan menjadi hanya Rp15,15 triliun. Penurunan tajam ini memaksa Pemerintah Provinsi Kaltim melakukan pengetatan belanja secara besar-besaran dan memangkas program-program yang dianggap nonprioritas.
Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, menjelaskan bahwa penyesuaian ini merupakan langkah efisiensi menyeluruh untuk merespons kondisi fiskal daerah.
“Pertama kita efisiensikan belanja-belanja yang tidak terlalu penting, termasuk makan-minum dan perjalanan dinas. Perampingannya 66 persen dan berlaku untuk seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah),” ujar Rudy Mas'ud.
Penyebab utama penyesuaian anggaran ini adalah anjloknya pendapatan transfer tahun 2026. Pendapatan transfer turun drastis dari estimasi awal Rp9,33 triliun menjadi hanya Rp3,13 triliun, yang berarti terjadi penurunan sebesar Rp6,19 triliun atau 66,39 persen.
Penurunan yang paling menonjol berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH). Jika pada tahun 2025 DBH Kaltim mencapai Rp6,06 triliun, proyeksi untuk tahun 2026 merosot tajam menjadi hanya Rp1,62 triliun. Akibatnya, total penerimaan daerah yang sebelumnya disepakati dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebesar Rp21,35 triliun terpaksa direvisi menjadi Rp15,15 triliun.
Meskipun terjadi penyusutan anggaran yang besar, Gubernur Rudy Mas’ud memastikan bahwa layanan dasar dan program prioritas tetap berjalan. “Kalau ada yang belum terakomodir, mohon dimaafkan. Tetapi seluruh standar pelayanan minimum tetap berjalan baik dan normal,” tegasnya.
Dua sektor utama yang dipastikan tetap maksimal adalah pendidikan dan kesehatan, ditambah kebutuhan infrastruktur yang masih menjadi fokus pembangunan Kaltim.
“Gratispol (Program pendidikan dan kesehatan gratis) tetap jalan. Program prioritas tetap mengacu pada pendidikan dan kesehatan. Pelayanan infrastruktur juga tetap kami maksimalkan,” tambah Gubernur.
Sekretaris Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, menambahkan bahwa upaya efisiensi juga menyasar belanja pegawai, yang mencakup pengurangan tenaga outsourcing di lingkungan Pemprov Kaltim.
Sri menjelaskan bahwa tenaga outsourcing berkaitan langsung dengan pengadaan kegiatan. Oleh karena itu, rasionalisasi jumlah pekerja pihak ketiga tersebut tidak terhindarkan dan harus disesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah.
“Karena ini pihak ketiga, ya harus menyesuaikan dengan kemampuan anggaran. Nanti tergantung penyedianya lagi agar tenaga mereka bisa tetap bekerja,” pungkas Sri Wahyuni. (adv/diskominfo/i)