TANJUNG SELOR– Meski pemerintah daerah telah berupaya maksimal, keterbatasan anggaran membuat kawasan strategis di wilayah perbatasan ini masih tertinggal.
Karena itu, muncul desakan agar Pemerintah Pusat menerapkan kebijakan afirmatif berupa alokasi anggaran. Khusus untuk mempercepat pembangunan di wilayah terdepan Indonesia. Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kaltara Ferdy Manurun Tanduklangi menerangkan, selama ini pemerintah kabupaten, provinsi, hingga pusat memang sudah menunjukkan upaya membangun perbatasan.
Namun, kebijakan strategis tetap berada di tangan Pemerintah Pusat. Tanpa langkah khusus, kondisi terisolasinya wilayah perbatasan dikhawatirkan akan terus berlangsung hingga puluhan tahun ke depan.
"Pemerintah Pusat sudah berupaya, begitu juga pemerintah daerah. Tetapi kebijakan perbatasan tetap ada di pusat. Karena itu, perhatian khusus sangat kita butuhkan," ujarnya, Selasa (16/9).
Ia menegaskan, kebutuhan akan kebijakan afirmatif ini bukan tanpa alasan. Alokasi anggaran yang selama ini diterima, bahkan belum mencapai Rp 1 triliun.
Dinilai terlalu kecil untuk menjawab kompleksitas pembangunan perbatasan. Jika pola pembiayaan seperti itu terus berlanjut, percepatan pembangunan diperkirakan baru bisa dirasakan 20 tahun mendatang.
"Kalau menunggu anggaran yang dicicil sedikit-sedikit, sampai 20 tahun ke depan wilayah perbatasan masih akan terisolasi. Padahal, sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, negara wajib menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat," tegasnya.
Menurutnya, Indonesia sebagai welfare state atau negara kesejahteraan harus memberi perhatian lebih besar kepada masyarakat yang tinggal di garda terdepan. Kebijakan afirmatif tidak hanya akan mempercepat Pembangunan. Tetapi juga menjadi wujud nyata hadirnya negara di tapal batas.
"Jika Papua saja mendapat perhatian dengan adanya otonomi khusus, maka daerah perbatasan lain, termasuk Kaltara. Seharusnya juga memperoleh perlakuan serupa. Ini bukan soal jumlah dana, melainkan soal komitmen menghadirkan kesejahteraan yang merata," ungkapnya.
Ia menambahkan, alokasi anggaran khusus bagi pembangunan perbatasan sebenarnya relatif kecil bila dibandingkan manfaat strategis yang akan diperoleh bangsa. (*)