TARAKAN – Penyebaran virus leptospira pembawa penyakit leptospiroris, sudah memakan korban di Kota Tarakan.
Hal itu terkonfirmasi setelah pihak rumah sakit melaporkannya kepada Dinas Kesehatan Tarakan, bahwa seorang warga di Kelurahan Pamusian, Kecamatan Tarakan Tengah, meninggal dunia dengan hasil hasil laboratiorium memastikan positif terjangkit bakteri leptospira.
“Kasus penderita leptospirosis di Tarakan sudah ada dan meninggal,” beber Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan (Diskes) Tarakan, Witoyo, ditemui saat melaporkan kasus tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Subono Samsudi, Senin (21/1).
Dijelaskan, awalnya korban yang berusia 65 tahun, mengeluh karena pusing dan mual. Saat datang ke rumah sakit pada 13 Januari lalu, kondisi matanya sudah terlihat menguning.
Setelah berobat jalan, keluhan yang dirasakannya tak kunjung sembuh. Korban lantas kembali berobat ke rumah sakit pada 16 Januari dan langsung mendapat perawatan intensif. Korban yang langsung dirawat inap, saat itu diduga mengidap hepatitis. Namun setelah pengujian di laboratorium, hasilnya negatif.
Hasil pemeriksaan laboratorium justru menunjukkan suspect leptospirosis. Hingga akhirnya korban meninggal dunia pada Jumat (18/1) lalu.
“Korban baru dinyatakan positif leptospirosis setelah hasil laboratorium baru keluar kemarin (21/1), yang menyatakan positif mengandung bakteri penyakit tersebut,” ujarnya.
Diskes Tarakan juga mendapatkan laporan ada satu pasien lagi terindikasi suspect leptospiroris. Warga tersebut kini menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Selama ini, dijelaskannya, kasus penyakit tersebut tidak pernah dijumpai. Hanya sebatas menemukan sumber penularan dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa kelurahan tahun lalu. Di mana sumbernya virus bisa ditularkan melalui tikus yang berkeliaran di lingkungan permukiman masyarakat.
“Waktu itu diteliti faktornya yaitu tikus. Dan ternyata hampir semua rumah di daerah penelitian itu ada tikus. Penelitiannya sekitar bulan Agustus sampai September, tahun lalu,” terang Subono Samsudi.
Namun, Subono tidak mau gegabah menyatakan kasus ini sebagai kejadian luar biasa (KLB). Karena penetapan KLB menjadi kewenangan kepala daerah. Penetapannya juga harus melalui beberapa prosedur.
Subono hanya menegaskan warga Tarakan patut waspada dengan menjaga kebersihan lingkungannya, guna mencegah penularan penyakit ini.
Upaya pencegahan, lanjut dia, juga sama perlakuannya dengan pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Dengan melakukan pembasmian nyamuk Aedes Aegypti.
“Ini juga tikus yang perlu kita larang di Tarakan, atau kita berantas,” tegasnya.
Ditambahkan Witoyo, dari hasil penelitian tahun lalu, 96 persen rumah di Tarakan terdapat tikus. Baik di daratan maupun wilayah pesisir. Dengan demikian, kemungkinan penularan penyakit leptospirosis sangat rawan.