kalimantan-utara

Warga Krayan Tuntut Penutupan Perbatasan

Kamis, 7 Juli 2022 | 14:48 WIB
AKSI: Warga Krayan protes mengenai harga sembako yang mahal, serta adanya dugaan mark up pada koperasi dan badan usaha.

TANJUNG SELOR - Warga Krayan, Kabupaten Nunukan melakukan aksi protes terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemprov Kaltara. Sistem perdagangan yang disepakati oleh  Indonesia, yakni antara Pemprov Kaltara dan Pemerintah Kerajaan Malaysia Bagian Serawak melalui Program G to G, dengan menunjuk salah satu badan usaha di masing-masing negara, dalam melaksanakan perdagangan lintas batas, dianggap tidak memberi dampak yang positif bagi ekonomi dan sosial masyarakat di Krayan. 

Koordinator Aksi, Yuni Sere mengatakan, harga sembako, material bangunan dan kebutuhan lainnya jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan harga sebelum Pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan adanya mark up harga barang yang terlalu tinggi dilakukan oleh kedua belah pihak, dalam hal ini badan usaha berbentuk koperasi  itu dikarenakan, tidak adanya kontrol harga yang dilakukan oleh pihak Pemerintah. Koperasi yang telah ditunjuk oleh Pemprov Kaltara dalam melaksanakan kegiatan operasinya tidak sejalan dengan harapan masyarakat.  

"Selama penerapan Program Perdagangan G to G di perbatasan Ba kelalan-Long Midang, masyarakat Krayan mengalami kesulitan dalam menjual hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan komoditi lainnya kepada pihak pembeli yang ada di Negara Malaysia dikarenakan adanya pembatasan aturan perdagangan sepihak yang dilakukan oleh pihak Koperasi Ba'kelalan Lawas Berhad," jelasnya, Rabu (6/7).

Pihaknya menganggap, lambannya respon pihak Pemprov Kaltara dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching Serawak, Malaysia menyikapi permasalahan perdagangan di perbatasan Ba'kelalan-Long Midang. Sehingga menimbulkan dampak sosial yang tidak baik bagi masyarakat Krayan. 

Untuk itu, pihaknya mendesak Pemprov Kaltara, agar segera mencabut kebijakan kerja sama Program Perdagangan G to G dengan Pemerintah Kerajaan Malaysia Bagian Serawak sesuai Surat Gubernur Nomor 510/ 1161/DPPK-UKM/GUB Tanggal 17 Juli 2020, perihal Permohonan membuka Jalur Masuk Perbatasan Krayan Indonesia-Malaysia dengan metode distribusi keluar-masuk barang melalui satu pintu. Kebijakan ini menurut dia, tidak relevan lagi mengingat kondisi Negara Republik Indonesia dan Negara Kerajaan Malaysia yang sekarang memasuki fase endemi covid-19. 

"Kami juga mendesak Pemprov Kaltara dan KJRI di Kuching, Serawak Malaysia agar dapat meminta kepada pihak Pemerintah Kerajaan Malaysia bagian Serawak untuk membuka kembali Sistem Perdagangan Tradisional seperti sebelum Pandemi Covid-19 yaitu B to B (business to business) guna menciptakan perdagangan yang bebas dan adil (Free and Fair Trade) di perbatasan," terangnya. 

Bukan hanya itu, pihaknya terang-terangan menolak adanya sistem perdagangan monopoli yang hanya dilakukan oleh satu badan usaha di perbatasan Ba Kelalan-Long Midang. Jika tuntutan mereka tidak dapat dipenuhi, maka segala aktivitas diperbatasan akan dihentikan dan pihaknya menyatakan sikap Mosi tidak percaya kepada Pemprov Kaltara dan KJRI di Kuching Serawak Malaysia. 

"Itu langkah kami, jika memang tidak ada solusi dan tuntutan tidak ditanggapi, maka sikap kita jelas. Sebab mereka (Pemprov dan KJRI) tidak bisa menyelesaikan permasalah yang ada di wilayah Krayan dan permasalahan ini akan kami laporkan ke pihak Pemerintah Pusat di Jakarta," tegasnya. 

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Negara Provinsi Kaltara, Udau Robinson mengaku belum mengetahui dengan pasti informasi mengenai adanya aksi dari warga Krayan, Kabupaten Nunukan. Meski begitu, pihaknya akan mengkonfirmasi mengenai hal tersebut. Sebab kata dia, perlu diketahui esensi persoalan yang benar. Apalagi, selama ini pihaknya berusaha meminta kebijakan dari pemerintah Malaysia untuk membuka jalur perdagangan di perbatasan.  

"Masalah kebijakan, harus duduk bersama. Berkaitan dengan  koperasi yang melakukan mark up serta lainnya, akan dilihat kebenarannya," terangnya. 

Sebelumnya, penutupan dan sulitnya akses perdagangan lintas batas, diakibatkan oleh covid-19. Pihak Malaysia tidak membebaskan untuk keluar masuk. Pihaknya juga telah bersurat ke KJRI. Ternyata, hanya satu badan usaha yang bisa dilakukan kerjasama dengan pihak Malaysia. 

"Jika sampai hari ini ada permintaan seiring dengan covid yang mulai melandai, saya kira bisa dikomunikasikan kembali. Dari Pemprov Kaltara, juga harus melihat kondisi covid untuk bisa kembali aktivitas seperti semua. Pemerintah bisa menjadi fasilitator," kata dia. 

Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kaltara, Hasriyani menjelaskan, Pemprov Kaltara tidak bisa serta-merta mencabut rekomendasi kepada Koperasi Mitra Utama Kaltara yang menjadi fasilitator perdagangan satu pintu di Ba’kelalan – Long Midang. Pemilihan koperasi pada awalnya karena menyesuaikan kebijakan penanganan pandemi covid-19 di Sarawak.  

"Otoritas setempat, memberlakukan Lockdown yang menutup akses keluar-masuk masyarakat. Sehingga alternatif solusi yang diminta adalah skema satu pintu di titik keluar masuk utama untuk meminimalisir penyebaran covid-19,"  jelasnya. 

Halaman:

Tags

Terkini