samarinda

Sengketa Tanah Cenderung Naik, PPID Kelurahan dan Kecamatan Harus Paham UU Keterbukaan Informasi

Rabu, 20 Agustus 2025 | 10:45 WIB
Sesi tanya jawab dalam kegiatan.

Dalam kegiatan sosialisasi dan penguatan keterbukaan informasi publik bagi PPID Kecamatan dan Kelurahan Samarinda yang digelar di Aula Dinas Pendidikan Kota Samarinda, Senin (11/8/2025), Indra Zakaria sebagai narasumber acara mengingatkan agar kelurahan dan kecamatan khususnya di Samarinda untuk peduli terkait penyimpanan dokumen, bahkan terhadap hal kecil sekalipun.

“Berkaca pada sengketa di Komisi Informasi Kaltim, ada kecenderungan terjadi kenaikan sengketa pertanahan. Nah, dalam hal ini kesiapan dokumen sangat penting,” kata Indra Zakaria yang juga komisioner bidang Advokasi Sosialisasi dan Edukasi di Komisi Informasi Kaltim ini. Dalam paparannya, Indra Zakaria juga membeber alasan mengapa pihak kelurahan dan kecamatan menjadi rentan disengketakan oleh pemohon informasi, khususnya dalam hal pertanahan.

Pertama, kata dia kurangnya pemahaman dan kompetensi aparatur. ”Aparatur di tingkat kelurahan dan kecamatan belum sepenuhnya memahami Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Ini menjadi penyebab utama. Juga ada perbedaan persepsi dimana seringkali terjadi perbedaan pandangan antara pemohon dan aparatur mengenai jenis informasi yang boleh atau tidak boleh diberikan. Aparatur menganggap suatu informasi bersifat rahasia, padahal menurut UU KIP, informasi tersebut seharusnya terbuka,” bebernya.

Indra Zakaria (kiri) dan Euis Eka April memberikan materi.

Lebih jauh dikatakannya, hal lain yang jadi penyebab adalah kurangnya pelatihan. Petugas Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di tingkat kecamatan atau kelurahan mungkin tidak mendapatkan pelatihan memadai. “Akibatnya, mereka tak tahu prosedur yang benar dalam menanggapi permohonan informasi, termasuk batas waktu dan cara mengklasifikasikan informasi,” terangnya. Hal lainnya adalah keterbatasan sumber daya dan infrastruktur. “Keterbukaan informasi memerlukan dukungan infrastruktur dan sumber daya yang memadai, dan ini sering kali menjadi kendala di tingkat paling bawah pemerintahan. Kelurahan atau kecamatan seringkali memiliki anggaran dan jumlah staf terbatas. Tidak memiliki petugas khusus yang fokus mengelola PPID, sehingga tugas tersebut dibebankan kepada staf yang sudah memiliki banyak pekerjaan lain,” terangnya dan masalah infrastruktur digital yang relatif masih minim.

Soal tidak adanya Daftar Informasi Publik (DIP) yang jelas juga jadi masalah di kelurahan dan kecamatan. “Badan publik wajib memiliki Daftar Informasi Publik (DIP) yang berisi informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Namun, seringkali DIP ini tidak ada atau tidak diperbarui di tingkat kelurahan dan kecamatan. Informasi juga tak dikelola dengan baik, misalnya informasi penting seperti laporan anggaran, rencana pembangunan, atau data kependudukan seringkali tidak dikelola atau diklasifikasikan dengan baik. Ini membuat petugas sulit memberikan data yang diminta oleh pemohon,” bebernya seraya menambahkan tidak ada mekanisme uji konsekuensi untuk informasi yang bersifat dikecualikan (rahasia), membuat penolakan permohonan informasi menjadi tidak berdasar.

Di Samarinda jelas Indra, sengketa soal pertanahan ada kecenderungan naik. Komisi Informasi Kaltim menganalisis, hal ini disebabkan beberapa hal. Diantaranya adalah keterbatasan kewenangan dan ketidakjelasan posisi kecamatan atau kelurahan. Dikatakannya, secara hukum kewenangan utama terkait pendaftaran tanah berada di Kantor Pertanahan (BPN). Namun, di tingkat kelurahan dan kecamatan, terdapat peran penting dalam menerbitkan surat-surat administrasi pertanahan awal, seperti surat keterangan riwayat tanah atau lainnya.

“Hal lain adalah biasanya informasi terputus. Aparatur di tingkat kelurahan sering kali hanya menyimpan dokumen historis atau buku-buku registrasi lama. Mereka tidak memiliki data lengkap atau sistem informasi yang terintegrasi dengan BPN. Akibatnya, saat ada permintaan informasi, mereka tidak bisa memberikan data yang akurat dan lengkap,” terangnya.

Ia juga menegaskan, masalah sengketa informasi pertanahan juga sering kali berakar dari buruknya pengelolaan arsip dan administrasi di masa lalu. “Saya menyebut dokumen fisik yang tak terkelola baik. Banyak kantor kelurahan masih mengandalkan dokumen-dokumen fisik (buku Letter C, buku register) yang kondisinya sudah usang, bahkan tidak lengkap. Permintaan informasi bisa sulit dipenuhi karena dokumennya tidak ditemukan atau tidak terorganisir dengan baik. Juga pencatatan yang tidak tertib. Kasus sengketa yang sampai ke Komisi Informasi seringkali menunjukkan adanya pencoretan manual pada buku Letter C tanpa keterangan yang jelas. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan menjadi dasar pemohon untuk mengajukan sengketa.

Ia menyarankan agar kelurahan dan kecamatan semakin memperkuat keterbukaan informasi. Dengan komitmen pimpinan hingga penguatan infrastruktur digital, maka pelayanan informasi kepada warga akan sangat lancar. “Pelayanan makin baik, sengketa bisa dihindari,” tegasnya.

Selain Indra Zakaria, narasumber lainnya adalah Euis Eka April dari Dinas Kominfo Samarinda. Euis membeberkan tentang cara dan kiat penguatan PPID kelurahan dan kecamatan di Samarinda dalam pelayanan informasi publik. (adv/iza)

Tags

Terkini