samarinda

Gubernur Rudy Mas'ud Bilang Keruk Mahakam Solusi Utama, Atasi Banjir di Samarinda atau Lindungi Bisnis?

Sabtu, 8 November 2025 | 07:24 WIB
Sungai Mahakam yang jadi lintasan utama ponton batubara.

SAMARINDA – Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, kembali menegaskan bahwa pengerukan Sungai Mahakam adalah solusi utama untuk mengatasi masalah banjir kronis di Samarinda, sekaligus memulihkan kelancaran alur pelayaran yang terganggu pendangkalan selama lebih dari dua dekade.

Rudy mengungkapkan, pendangkalan signifikan terjadi di beberapa titik vital, termasuk Muara Pegah, Tanjung Dewa (segitiga Anggana, Kutai Lama, dan Sanga-Sanga), Muara Nibung, dan Kerbau Timur. Bahkan, kedalaman air dangkal (shallow water level / SWL) di muara Mahakam kini hanya berkisar 3,8 meter, tergolong kritis untuk navigasi kapal besar di atas 300 kaki.

“Banjir kita juga berkaitan dengan pendangkalan Sungai Mahakam. Kalau tidak dikeruk, air dari hulu tidak bisa mengalir lancar,” ujar Rudy.

Kepentingan Industri dan Kendala Kewenangan

Gubernur tidak menampik bahwa percepatan proyek ini juga berkaitan erat dengan keluhan pengusaha tongkang batu bara. Pendangkalan menyebabkan kapal berbobot besar sering kandas dan terpaksa antre menunggu air pasang, mengganggu arus perdagangan.

Namun, rencana pengerukan yang menyentuh empat titik jalur vital pelayaran industri batu bara dan migas ini memiliki kendala kewenangan. Rudy Mas’ud menegaskan bahwa pemerintah provinsi tidak bisa bertindak sendiri.

“Sungai Mahakam ini, terutama untuk navigasi dan alur pelayaran, kewenangannya di Kementerian Perhubungan. Sedangkan urusan pengurukan dan fasilitas lain di bawah Balai Wilayah Sungai (BWS) Kaltim–PUPR,” jelasnya.

Selain itu, pemantauan juga menunjukkan adanya potensi konflik kepentingan. Salah satu titik yang akan dikeruk, Tanjung Dewa, berdekatan dengan lokasi shorebase perusahaan swasta PT Mashud Bersaudara Internasional (Masbro) yang bergerak di bidang layanan terminal bahan bakar dan fasilitas pendukung migas.

Peringatan Kajian Ekologis dan Sedimen

Kepala Laboratorium Oseanografi Universitas Mulawarman (Unmul), Idris Mandang, memberi peringatan keras terkait rencana pengerukan tersebut. Menurutnya, pengerukan, meskipun dapat membantu mitigasi banjir, tidak dapat dilakukan serta-merta tanpa kajian ilmiah yang menyeluruh.

“Pengerukan tidak bisa serta-merta dilakukan. Harus ada kajian menyeluruh dan pelibatan ahli, karena di beberapa muara seperti Muara Badak ada pipa-pipa bawah laut lama dan baru. Pengerukan tidak bisa dilakukan tanpa manajemen pipa terlebih dahulu,” tegas Idris.

Ia juga menyoroti masalah penanganan sedimen hasil pengerukan yang volumenya dipastikan besar. Volume sedimen yang diangkat belum jelas akan dibuang ke mana, dan apakah akan dibuatkan stockpile khusus.

Idris Mandang menambahkan, dampak ekologis jangka panjang harus menjadi perhatian, terutama mengingat sumber pencemar di Kaltim yang banyak. Pengerukan akan menimbulkan kekeruhan tinggi di Sungai Mahakam, padahal air sungai merupakan sumber utama kebutuhan masyarakat Samarinda.

“Kalau hanya dikeruk di hilir sementara aktivitas di hulu tetap tinggi, sama saja. Sedimen akan terus turun dan sungai akan dangkal lagi,” pungkasnya, menekankan pentingnya penanganan terpadu dari hulu hingga hilir. (*)

Terkini