SAMARINDA – DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) memastikan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) memuat klausul spesifik yang melindungi hak-hak tradisional masyarakat adat di daerah hulu, khususnya terkait praktik berladang.
Ketua Pansus Lingkungan, Guntur, menjelaskan bahwa setelah bekerja selama empat bulan (21 Juli hingga 21 November 2025), Pansus memasukkan muatan lokal yang solutif sebagai bagian integral dari Raperda. Langkah ini diambil karena kondisi ekologis di pedalaman dan konflik dengan masyarakat adat menuntut adanya norma perlindungan yang spesifik.
“Masyarakat kita di hulu itu kan berladang. Nah, sesuai UU Cipta Kerja ada pengecualian, boleh membakar tapi dijaga biar tidak melebar. Itu masuk sebagai muatan lokal,” jelas Guntur.
Ia menekankan bahwa masyarakat yang melakukan ladang gunung memiliki pola bercocok tanam turun-temurun yang perlu diakomodasi dan dilindungi dalam Perda.
Setelah melalui 15 kegiatan pembahasan intensif dan uji petik lapangan di berbagai kabupaten/kota, serta konsultasi terakhir dengan P3LH Kementerian Lingkungan Hidup, seluruh substansi Raperda dinyatakan sudah matang.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas'ud, menegaskan bahwa laporan akhir Pansus telah diterima dan dinyatakan selesai. "Jadi dinyatakan sudah selesai, tinggal fasilitasi ke Kemendagri," ujar Hasanuddin.
Tahap berikutnya adalah menunggu hasil fasilitasi resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Jika substansi dianggap sesuai, Raperda akan dibawa ke Rapat Paripurna tingkat II untuk disahkan menjadi Perda.
“Kalau Kemendagri dianggap itu sudah sesuai, maka kita akan jadikan dari Ranperda menjadi Perda,” pungkas Hasanuddin. (adv/dprdkaltim/i)