SAMARINDA – Universitas Mulawarman (Unmul) memasuki tahun politik. Berakhirnya masa jabatan Rektor Abdunnur pada tahun 2026 secara otomatis membuka arena kontestasi baru untuk memperebutkan kursi pimpinan universitas. Meski proses pemilihan rektor (Pilrek) belum resmi dimulai, tensi politik di lingkungan kampus sudah mulai terasa.
Dosen FISIP Unmul, Budiman, menilai bahwa peluang Abdunnur untuk kembali mencalonkan diri sangat besar. Ia merujuk pada ketentuan yang memperbolehkan rektor menjabat selama dua periode.
“Beliau baru satu periode. Maka peluang untuk kembali maju dan tetap kuat sangat terbuka,” ujar Budiman, Minggu (7/12).
Menurut Budiman, Abdunnur memiliki modal yang cukup kuat berkat struktur internal kampus yang terbentuk selama masa kepemimpinannya. Kedekatan struktural antara rektor dengan para wakil rektor, dekan, dan anggota senat dinilai dapat memberikan keuntungan signifikan dan memengaruhi preferensi pemilih.
Sebagai perbandingan, pada Pilrek periode 2022–2026, Abdunnur unggul telak dengan meraih 62,1 persen suara senat dalam rapat tertutup yang melibatkan 86 anggota Senat Unmul dan perwakilan Kemendikbudristek.
Meski Abdunnur kuat, Budiman memprediksi sejumlah nama besar yang pernah berlaga di pemilihan sebelumnya akan kembali muncul. Beberapa penantang serius yang diperkirakan masuk dalam peta persaingan yaitu Dr. Idris Mandang, Prof. Susilo (Dekan FKIP), Prof. Bohari Yusuf (Wakil Rektor bidang Perencanaan pada 2022).
Selain itu, muncul pula figur-figur baru yang memiliki modal politik internal, seperti Dekan Fakultas Teknik Thamrin, tokoh dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan mantan Dekan Fakultas Hukum Dr. Mahendra. Bahkan, dua tokoh perempuan, Prof. Esty dan Prof. Rahmawati, juga disebut-sebut berpotensi menjadi kandidat.
Budiman secara khusus menyoroti Fakultas Kehutanan (Fahutan) yang berpotensi menjadi kuda hitam dalam pemilihan mendatang. Fahutan dikenal memiliki basis alumni yang besar dan solid, yang tersebar luas di lingkungan pemerintahan dan legislatif, termasuk Bupati PPU Mudiyat Noor dan anggota DPRD Kaltim seperti Sarkowi dan Darlis Pattalongi.
Mantan Dekan Kehutanan, Rudianto Amirta, disebut sebagai sosok yang memiliki peluang untuk menarik dukungan luas dari jejaring ini. “Banyak pejabat daerah adalah alumni kehutanan. Jika jejaring ini bergerak, dampaknya dapat signifikan pada dinamika pemilihan,” jelas Budiman. Ia menambahkan, dukungan eksternal dari pemerintah daerah dan legislatif dapat menyusup ke ruang-ruang internal senat, di mana Rudianto Amirta bisa muncul sebagai penentu.
Namun, Budiman mengingatkan bahwa suara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tetap menjadi elemen paling strategis. Dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri, kementerian memiliki porsi 35 persen suara.
“Biasanya putaran penentuan ditentukan oleh suara kementerian. Jika perolehan di senat tidak jauh berbeda, suara kementerian bisa mengubah hasil akhir,” pungkas Budiman, menegaskan bahwa suara 35 persen tersebut akan sangat menentukan jika suara 65 persen senat terpecah. (*)