samarinda

Angka KDRT di Samarinda Tinggi: 294 Kasus Dilaporkan Sepanjang 2025

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:45 WIB
ilustrasi KDRT

SAMARINDA – Angka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Samarinda sepanjang tahun 2025 masih tergolong tinggi. Hingga November 2025, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Samarinda mencatat dan mengelola sebanyak 294 kasus kekerasan dengan total 303 korban.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda, Ibnu Araby, mengatakan data tersebut merupakan data riil dari kasus yang dilaporkan dan ditangani langsung oleh UPTD PPA.

Baca Juga: Dugaan Pelecehan di UINSI: Dua Korban Resmi Melapor ke Polisi, Kampus Siapkan Sanksi Administratif dan Pendampingan

“Total sampai bulan November ada 294 kasus kekerasan dengan 303 korban. Korbannya terdiri atas perempuan dewasa, anak-anak, serta beberapa laki-laki,” ujarnya, Senin (15/12/2025)

Kekerasan kepada anak-anak kasusnya mencapai 158 dengan korban 194 Termasuk anak laki-laki dan perempuan. Kekerasan kepada perempuan ada 106 kasus dengan korban 109 seluruhnya perempuan. Total 294 kasus dengan 303 korban.

Menurut Ibnu, tingginya angka kasus ini memiliki dua sisi. Sisi positifnya adalah meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor, serta kemudahan akses pelaporan melalui aplikasi SOPA (Sistem Online Pengaduan Perempuan dan Anak) Samarinda yang baru diluncurkan.

“Positifnya, masyarakat semakin sadar dan berani melapor. Dengan adanya aplikasi SOPA, siapa pun dapat melaporkan kasus kekerasan, baik KDRT maupun kekerasan terhadap anak,” jelasnya.

Selain itu, Samarinda juga berfungsi sebagai kota rujukan layanan kesehatan bagi daerah sekitar. Tidak sedikit korban yang bukan warga Samarinda tercatat dalam data karena menjalani pemeriksaan atau pendampingan di fasilitas layanan di kota ini.

Berdasarkan data UPTD PPA, kasus kekerasan paling banyak terjadi di Kecamatan Sungai Kunjang dengan 57 kasus, disusul Samarinda Ulu (45 kasus) dan Sungai Pinang (37 kasus).

Ibnu menegaskan bahwa penanganan kasus melibatkan berbagai pihak, mulai dari UPTD PPA Provinsi, Unit PPA Polresta Samarinda, Dinas Sosial, hingga lembaga serta relawan pemerhati perempuan dan anak.

“Kami fokus pada pelayanan korban, baik perempuan maupun anak. Untuk ranah hukum tentu menjadi kewenangan aparat penegak hukum, namun kami tetap bersinergi,” katanya.

Sementara itu, Ayunda Rahmadani, Psikolog Universitas Mulawarman yang juga Koordinator Psikolog UPTD PPA Kota Samarinda, mengapresiasi peluncuran aplikasi SOPA.

“Dari Januari sampai November 2025, total korban yang kami tangani ada 303 orang. Bentuk kekerasannya beragam, mulai dari kekerasan fisik, seksual, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), hingga anak yang berhadapan dengan hukum. Namun yang paling dominan adalah kekerasan seksual,” jelas Ayunda.(*)

Terkini