balikpapan

Walhi Kecam Wacana Negosiasi Hauling Batu Bara Ilegal di Kaltim: Bukan Konflik Sosial, Tapi Pelanggaran Hukum

Selasa, 24 Juni 2025 | 12:18 WIB
Staf Kampanye dan Riset Walhi Kaltim Ridho (Rano Paser Pos/Balpos)

 

Walhi menolak wacana negosiasi atas hauling batu bara ilegal di Kalimantan Timur. Aktivitas ini dinilai melanggar hukum, mencemari lingkungan, dan merusak kesehatan warga. Walhi menuntut penegakan hukum dan pemulihan ekosistem total.

WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyambut baik kunjungan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Muara Kate sebagai sinyal positif dari pusat. Namun, munculnya wacana negosiasi oleh pemerintah daerah justru dikritik tajam.

 “Setelah Wapres datang, justru muncul pernyataan membuka ruang negosiasi. Ini langkah mundur dan mengkhianati rasa keadilan masyarakat,” tegas Ridho, Staf Kampanye dan Riset Walhi Kaltim kepada Balikpapan Pos, Sabtu 22 Juni 2025. Menurutnya, aktivitas hauling batu bara di jalan umum adalah pelanggaran hukum, jelas-jelas bertentangan dengan Perda Provinsi Kaltim Nomor 10 Tahun 2012 yang melarang pengangkutan batu bara menggunakan jalan umum.

Walhi juga menyoroti kerusakan ekosistem yang parah dan meluas akibat aktivitas tambang serta hauling (pengangkutan) batu bara ilegal di wilayah Muara Kate, Kalimantan Timur. Walhi mendesak penghentian total aktivitas ilegal tersebut dan menuntut pemulihan lingkungan secara menyeluruh, tanpa negosiasi yang dianggap hanya akan melanggengkan pelanggaran hukum.

Ridho menyatakan bahwa pembukaan tambang batu bara, meski berizin resmi, telah memicu degradasi lingkungan akut. Salah satu dampak terparah adalah pendangkalan dan pencemaran sungai, khususnya di aliran Sungai Kandilo.

“Tingkat kekeruhan air melonjak hingga 3.000 NTU — jauh melebihi ambang batas aman. Konsentrasi senyawa berbahaya seperti fosfat dan nitrat juga meningkat,” ungkap Ridho,. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa kualitas air sungai telah rusak dan mengancam ekosistem perairan serta kesehatan warga yang bergantung pada sumber air tersebut.

Selain pencemaran air, aktivitas hauling ilegal di jalan umum menyebabkan polusi udara akibat debu batu bara. Truk-truk pengangkut kerap tidak menggunakan penutup, mengakibatkan warga terpapar debu setiap hari, terutama anak-anak dan lansia. Kasus penyakit pernapasan meningkat drastis.

“Masyarakat jadi korban polusi akibat kegiatan tambang yang tidak terkendali,” tambah Ridho. Kerusakan infrastruktur juga menjadi perhatian serius. Jalan umum sepanjang 135 km dari perbatasan Kalimantan Selatan hingga Batu Kajang rusak berat akibat dilintasi ribuan truk setiap hari. Kerusakan ini mengganggu akses masyarakat ke 33 sekolah dan telah menelan korban jiwa, seperti pendeta Veronika Fitriani yang tewas terlindas truk pada 26 Oktober 2024.

TUNTUTAN WALHI: PENEGAKAN HUKUM DAN PEMULIHAN LINGKUNGAN TOTAL

Walhi mendesak:

Penghentian total hauling ilegal.
Pemulihan ekosistem Sungai Kandilo dan DAS sekitarnya.
Penerapan prinsip pencemar membayar (polluter pays principle) — perusahaan harus menanggung biaya kerusakan.
Penuntasan kasus kekerasan, termasuk pembunuhan tokoh adat Rusel pada 15 November 2024, yang hingga kini belum ada tersangka.

“Kami ingin hukum ditegakkan menyeluruh — bukan hanya pelaku lapangan, tapi juga otak intelektual dan pihak yang membiarkan sistem ini berjalan,” tegas Ridho. Walhi berkomitmen terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Penegakan hukum, pemulihan lingkungan, dan perlindungan warga adalah prioritas yang tak bisa ditawar demi menyelamatkan Kalimantan dari kehancuran ekologis dan krisis kemanusiaan. (*)

 

Terkini