BALIKPAPAN — Jumlah kasus penyakit jantung bawaan di Balikpapan dan Kalimantan Timur (Kaltim) secara umum tergolong sangat tinggi, hingga menjadi perhatian utama Subspesialis Jantung Anak dan Penyakit Jantung Bawaan RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo, dr. Adelaide Adiwana, SpJP (K), FIHA.
"Saya sangat terkejut ketika turun ke lapangan karena pasien jantung bawaan di sini sangat banyak, mulai dari kasus yang sederhana hingga kompleks," ujar dr. Adel, panggilan akrabnya, saat ditemui pada Selasa (9/12).
RSUD Kanujoso kini menjadi pusat rujukan regional yang menarik pasien tidak hanya dari Balikpapan, tetapi juga dari kota-kota lain seperti Samarinda, Sangatta, Bontang, Kutai Timur, Kutai Barat, bahkan hingga Tarakan (Kaltara) dan Banjarmasin (Kalsel).
???? 200 Tindakan Jantung dalam Setahun, Kurangi Antrean ke Jakarta
Kehadiran layanan superspesialis jantung anak dan jantung bawaan di RSUD Kanujoso, yang saat ini hanya dilayani oleh dr. Adel, telah membantu mengurangi antrean panjang pasien Kaltim yang sebelumnya harus menumpuk di Jakarta.
"Selama ini pusatnya di Jakarta. Tidak semua masyarakat mampu menanggung biaya hidup dan transportasi ke sana," jelas dr. Adel.
Hingga kini, rumah sakit tersebut telah menangani sekitar 200 tindakan medis jantung mendesak dalam setahun terakhir. Secara total, ribuan pasien jantung telah ditangani, meskipun tidak semua memerlukan tindakan invasif.
Sebagian besar tindakan besar kini sudah bisa dilakukan di RSUD Kanujoso. Namun, kasus-kasus jantung bawaan yang sangat kritis dan kompleks masih harus dirujuk ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta, mengingat biaya rujukan dan perawatan yang besar.
Tingginya kasus jantung bawaan terbentuk pada trimester pertama kehamilan, dipicu oleh berbagai faktor seperti infeksi TORCH pada ibu hamil, konsumsi obat tertentu (seperti obat kejang atau jerawat), hingga paparan bahan kimia dan radiasi.
Lebih lanjut, dr. Adel menyoroti temuan penting: banyak pasien dengan kelainan jantung kompleks, termasuk kasus pembuluh darah terbalik atau ruang jantung yang tidak terbentuk sempurna, berasal dari daerah tambang seperti Sangatta dan Bontang.
"Bukan hanya kasus sederhana, tetapi ada pembuluh darah terbalik, penyempitan pembuluh darah, hingga ruang jantung yang tidak terbentuk sempurna. Mayoritas dari daerah tambang, sehingga perlu ditelusuri apakah ada paparan bahan kimia atau radiasi," tegasnya.
Dr. Adel menekankan pentingnya kesadaran ibu hamil di awal trimester. Ia menyarankan dilakukannya USG fetal echo pada usia kehamilan 18–22 minggu untuk memastikan kondisi jantung janin, bukan sekadar mengetahui jenis kelamin.
Meskipun BPJS Kesehatan menanggung seluruh biaya tindakan bagi pasien tidak mampu, baik kasus sederhana maupun kompleks, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan sarana medis tetap memaksa kasus kritis dirujuk ke RS Harapan Kita.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan pendanaan dan jejaring yang kuat dari pihak swasta dan lembaga pembiayaan, seperti Yayasan Jantung Indonesia Balikpapan, untuk membantu biaya transportasi dan kebutuhan hidup pasien kritis selama perawatan di Jakarta.