• Senin, 22 Desember 2025

Takut Layu

Photo Author
- Rabu, 21 Juni 2023 | 13:24 WIB
-
-

SEMAKIN sore, semakin sibuk penyeberangan di terminal wisata. Sama-sama khawatir kemalaman tiba di rumah. Penyeberangan mobil dan motor juga begitu.

Ukurannya, lihat saja kendaraan yang parkir di tepi Jalan Milono, yang ada di Taman Sanggam dan yang menempatkan kendaraan mereka di halaman perpustakaan.

Itu jadi tanda, banyak warga lebih memilih menyimpan kendaraan mereka di tiga tempat itu, ketimbang harus bolak balik memakai kendaraan. Pertimbangan mereka mungkin dianggap tidak praktis.

Penyeberangan kendaraan motor dan mobil, di sisi Sambaliung itu mendaratnya di sekitar Limunujan. Lumayan jauh jika warga ingin pulang ke Sambaliung. Beda yang tinggal di Kampung Bangun dan sekitarnya, pasti lebih memilih membawa kendaraannya.

Dari warung Kopinta di Jalan Milono, saya mencermati aktivitas pengerjaan jembatan. Ada mobil besar membawa adukan beton. Apa iya sudah mulai memasuki tahap pengecoran. Sementara di bagian lain, alat berat masih terus bekerja mencongkel aspal dan rangkaian besi.

“Kalau masih mengerjakan pencongkelan aspal, tak mungkin dilakukan pengecoran,” Pak Daeng, kata pemilik warung Kopinta. Pencongkelan itu menimbulkan getaran, tambahnya, akan berpengaruh pada pengerjaan beton. Itu pandangan dia secara teknis yang pernah lima tahun belajar soal beton.

Beberapa tenaga kerja, yang terlihat dari jauh mulai melakukan pengecatan. Rangkaian besi yang tidak menjalani perbaikan, diperbaharui warna catnya yang mulai buram. Belum tahu, apakah tiang penyangganya juga ikut disempurnakan kelak.

Sementara di dermaga wisata, menjelang senja, intesitas pergerakan angkutan sungai cukup tinggi. Kapal kayu yang semula dipakai mengangkut kendaraan roda dua, dialihfungsikan tidak lagi membawa kendaraan.

“Yang dari Sambaliung dan yang mau ke Sambaliung, hampir sama banyaknya,” kata Pak Risma, petugas Satpol PP yang seharian mengatur naik dan turunnya penumpang. Ini jadi ukuran, kata Risma, bahwa sekarang banyak warga yang tinggal di Sambaliung bekerjanya di Tanjung Redeb.

“Kami selalu mengingatkan motoris maupun juru mudi, agar hati-hati. Baik di saat manuver kapalnya maupun ketika menurunkan penumpang,” kata Risma. Harus dipahami, Sungai Kelay ini walaupun di permukaan terlihat tenang, tapi arus di bawahnya cukup kencang.

Petugas parkir di tiga titik penyimpanan kendaraan, mengingatkan agar sebelum meninggalkan kendaraan, benar-benar dalam keadaan aman. Sementara di pintu keluar terminal, belasan ojek siap membawa penumpang yang tidak membawa kendaraan. “Lumayan juga penghasilan kami setiap harinya,” kata pengendara berjaket warna hijau.

Saya mencermati beberapa kali kedatangan kapal maupun speedboat yang membawa warga dari Sambaliung. Setidaknya ada lima warga yang memikul sayuran yang dibungkus karung plastik. “Kami mau langsung membawa ke pasar Adji Dilayas Pak,” kata warga yang nota bene petani sayur di Limunjang dan Kampung Bangun.

Ada juga yang hanya mengantar sayur hasil panen di sekitar dermaga. “Saya ke Pasar Manunggal saja, yang dekat,” kata dia. Mereka harus buru-buru agar sayur yang baru panen tiba di pelanggannya. Kalau terlambat, sayuran bisa layu. Harga jualnya bisa turun.

Mengasyikan memang, mencermati aktivitas di dermaga penyeberangan selama penutupan Jembatan Sambaliung. Banyak pelajaran yang bisa jadi catatan. Termasuk pelajaran bagi pengambil keputusan. Pelajaran tentang, bagaimana memberi pelayanan pada masyarakat yang menjadi kewajiban pemerintah. @cds_daengsikra. (*/udi)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X