• Senin, 22 Desember 2025

Momentum Keluar dari Middle Income Trap

Photo Author
- Minggu, 27 Agustus 2023 | 17:51 WIB
-
-

INDONESIA menjadi negara maju atau tidak, ditentukan dalam tiga kali pemilu ke depan. Kepemimpinan nasional di tahun 2024, 2029, dan 2034 akan sangat menentukan apakah kita masih dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) atau bisa keluar jadi negara maju. Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sambutan Rakernas GAMKI di Medan, seperti disiarkan YouTube Sekretariat Presiden Sabtu (19/8) lalu.

Menurut pendapat Gill dan Kharas (2007) dalam Yusuf (2023), middle income trap (MIT) merupakan suatu perekonomian yang mengalami penurunan dinamisme ekonomi yang tajam setelah berhasil bertransisi dari status berpenghasilan rendah ke menengah. Kondisi itu banyak terjadi pada negara yang tak mampu berpindah dari berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi. Karena negara tak mampu bersaing dengan negara berpenghasilan lebih rendah yang bergantung pada sumber daya alam dan murahnya tenaga kerja. Juga, tidak mampu bersaing dengan negara maju yang mengandalkan kualitas manusia dan teknologi tinggi.

Diakui Presiden Jokowi, Indonesia perlu mengubah pendekatan dalam membangun masa depan, dari reformatif menjadi transformatif, melalui tiga area perubahan. Yakni, transformasi ekonomi, sosial, dan tata kelola. Pada area transformasi ekonomi, pertumbuhan 5 persen yang saat ini dicapai masih perlu ditingkatkan. Dengan skenario transformatif, diperlukan rata-rata pertumbuhan 6 persen agar tahun 2041 Indonesia bisa keluar dari MIT. Sedangkan dengan skenario sangat optimis, rata-rata pertumbuhan 7 persen agar tahun 2038 Indonesia dapat keluar dari MIT.

Karena itu, momentum Indonesia dapat keluar dari MIT bukan tanpa dasar. Pertama, berdasar laporan terbaru Bank Dunia pada 30 Juni 2023, Indonesia menduduki kembali posisi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country) setelah harus turun kelas pada 2020. Klasifikasi itu diperbarui setiap tahun pada 1 Juli. Mengacu pendapatan per kapita pada tahun kalender sebelumnya atau capaian di 2022.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2022 mencapai USD 4.783,9 per tahun atau Rp 71 juta. Artinya, rata-rata penduduk Indonesia yang berjumlah 270,20 juta jiwa memiliki pendapatan Rp 5,9 juta per bulan. Pendapatan PDB per kapita penduduk Indonesia pada 2022 meningkat sekitar Rp 8,7 juta jika dibandingkan 2021 atau sekitar 14 persen. Mengacu pada klasifikasi Bank Dunia, negara tergolong berpendapatan menengah atas jika memiliki PDB per kapita mulai dari rentang USD 4.466 hingga USD 13.845.

Kedua, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan angkatan kerja 146,62 juta orang pada Februari 2023 berdasar data BPS. Angka itu naik 2,61 juta orang jika dibandingkan Februari 2022. Sayang, mayoritas kelas pekerja di Indonesia bekerja dalam kondisi cukup rentan. Baik formal maupun informal. Itu konsekuensi dari minimnya lapangan pekerjaan formal dan berkualitas.

Merujuk kembali pada data BPS per Februari 2023, penduduk yang bekerja di kegiatan informal mencapai 83,34 juta orang (60,12 persen). Sementara itu, yang bekerja di kegiatan formal sebanyak 55,29 juta orang (39,88 persen).

Dari sini, strategi pembangunan ekonomi perlu menempatkan penciptaan lapangan kerja formal dan berkualitas sebagai salah satu tujuan utamanya. Strategi itu pun perlu bersifat progresif. Yakni, tak sekadar menciptakan lapangan kerja, tapi juga mencapai perekonomian dan relasi sosial yang lebih egaliter. Masalahnya, selain dari hambatan ekonomi-fiskal dan teknis-kebijakan, strategi pembangunan ekonomi semacam itu akan menemui hambatan politik dari oposisi: kelas kapitalis (Alnick Nathan, 2022).

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas dan daya saing perekonomian, negeri ini perlu meningkatkan human capital yang merupakan salah satu upaya dalam menghindari MIT. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan human capital adalah melalui pendidikan.

Hanushek dan Wobman (2007) dalam Bakri (2022) berpendapat bahwa tenaga kerja dengan pendidikan tinggi dan terampil memiliki efek yang lebih tinggi dalam pertumbuhan ekonomi karena punya kemampuan lebih di bidang inovasi dan lebih cepat dalam menguasai teknologi. Tenaga kerja dengan pendidikan tinggi biasanya memiliki kompensasi yang lebih tinggi. Hal itu berdampak pada pendapatan per kapita Indonesia.

Ketiga, optimalisasi peluang bonus demografi. Bonus demografi adalah saat negara memiliki komposisi penduduk usia produktif (15–64 tahun) lebih besar ketimbang usia nonproduktif (65 tahun atau lebih) dengan proporsi di atas 60 persen. Saat ini, Indonesia berada di periode rasio ketergantungan penduduk yang paling rendah (puncak bonus demografi), yang terjadi hanya sekali dalam sejarah peradaban suatu negara. Dan kita pun tahu momentum bonus demografi Indonesia hanya sampai 2035. Setelahnya, piramida usia penduduk akan berbalik, dan usia nonproduktif akan lebih banyak.

Kita pun mengapresiasi lima strategi kunci transformasi yang akan dilakukan pemerintah untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan MIT. Yakni, transformasi sumber daya manusia (SDM), transformasi pendidikan, transformasi pada jaring pengaman sosial, transformasi ekonomi, dan transformasi institusi. Dengan melihat lima strategi kunci transformasi itu, besar harapan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bangkit secara perlahan hingga dapat keluar dari jebakan MIT dan keinginan untuk bertransisi menjadi negara maju di Indonesia Emas 2045 bisa terwujud. (*)

 

*) Statistisi ahli madya di Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X