SAMARINDA – Pembelaan terdakwa Wendy dalam perkara korupsi peminjaman modal di perusahaan daerah, PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (MMPKT) dan anak usahanya, PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) dinilai jaksa penuntut umum salah logika. Hal itu disampaikan dalam replik atau tanggapan jaksa atas pembelaan di persidangan yang digelar Senin (29/1).
Baca Juga: Dijadikan Tahanan Kota, Tersangka Korupsi Pembangunan Jalan di Kalteng Dipasangi Pelacak
Di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Ary Wahyu Irawan, JPU Melva Nurelly, dan Diana Marini Riyanto menilai bahwa tuntutan yang diajukan tim penuntut sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa Wendy yang merugikan daerah sebesar Rp 10,7 miliar. Dalam kasus ini, fakta-fakta yang hadir sepanjang persidangan jelas mengarah ke perbuatan terdakwa yang mengakali peminjaman uang senilai Rp 12 miliar untuk pembangunan proyek kompleks rumah perkantoran (rukan) The Concept Business Park di Jalan Teuku Umar, Karang Asam Ilir, Sungai Kunjang, Samarinda.
“Nyatanya tak pernah ada proyek ini, sejak mekanisme peminjaman uang tersebut pada 2014-2015. Sementara uang sudah dipinjamkan MMPH ke PT MJC (Multi Jaya Concept), perusahaan milik terdakwa,” ungkap JPU membaca replik. Tak sampai di situ, batas waktu peminjaman selama 18 bulan. Terhitung sejak 1 Oktober 2014, dua hari sebelum modal perseroan daerah milik Pemprov Kaltim ditransfer dan berakhir pada 1 April 2016. Tak ada upaya pengembalian dari terdakwa hingga perkara mulai diselidiki kejaksaan medio 2022.
Pengembalian baru terjadi sebesar Rp 1,3 miliar ketika Kejati Kaltim telah menetapkan dua tersangka, yakni Direktur Utama MMPKT Hazairin Adha dan Direktur MMPH Luki Ahmad.
“Dua orang ini, saat ini sudah diadili dan terbukti bersalah atas penggunaan modal daerah secara serampangan. Keduanya sudah diadili dengan vonis 4 tahun 6 bulan pidana penjara,” lanjut JPU.
Lalu, klaim terdakwa dan penguasa hukumnya terkait adanya keperdataan dalam kasus ini, antara MJC dan MMPH yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri Samarinda saat ini, jelas salah logika. Menurut JPU, keberadaan dugaan korupsi dalam kasus ini jelas harus didahulukan penanganan lantaran masuk kategori kejahatan luar biasa. “Hal ini juga tertuang dalam Pasal 25 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian, kami tim JPU menilai tetap pada tuntutan yang kami layangkan,” jelas JPU.
Diketahui, dalam kasus ini terdakwa Wendy dituntut 13 tahun pidana penjara dengan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan pidana kurungan. Tak sampai di situ, para beskal dari Kejati Kaltim juga mewajibkan terdakwa mengganti kerugian negara Rp 10,7 miliar yang jika tak diganti selepas perkara ini inkrah, harta benda terdakwa disita untuk menutupi kerugian tersebut. Jika tak mencukupi, diganti dengan pidana penjara tambahan selama 3 tahun.
Sementara terdakwa Wendy menyatakan tetap pada pembelaan yang diajukannya pada 25 Januari lalu. Saat itu Wendy bersama kuasa hukumnya menanggap dalam perkara ini harusnya JPU menimbang adanya sengketa perdata yang dilayangkan PT MJC ke MMPH terkait piutang tersebut.
Selain itu, JPU dianggap tak mempertimbangkan adanya pengembalian yang diupayakan terdakwa sebesar Rp 1,3 miliar pada 2022 di tengah pailitnya perusahaan terdakwa. Majelis hakim menjadwalkan pembacaan putusan pada 2 Februari 2024. (ryu/far/k16)