Fenomena kenaikan harga beras termasuk Kaltim menjadi peringatan keras bagi pemerintah. Di Kaltim, sebagai salah satu daerah yang bergantung pada daerah lain untuk memenuhi keperluan pokoknya, kondisi itu jadi evaluasi peran dinas memprogramkan peningkatan produksi pertanian khususnya padi.
Anggota DPRD Kaltim Syafruddin menyebut, ketergantungan Kaltim akan keperluan pokok dari daerah lain terutama beras seharusnya harus segera dikurangi. Sayangnya, kondisi di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Ini karena banyaknya kasus alih fungsi lahan pertanian padi. Baik untuk permukiman, perkebunan hingga pertambangan.
“Saya menemukan banyak kasus petani yang lebih memilih menjual lahan pertaniannya ke pertambangan. Lantaran sulitnya hidup dari pertanian. Itu jadi catatan penting bagi Pemprov Kaltim. Bila perlu buatkan regulasi mengikat yang bisa menjaga luasan lahan pertanian kita,” ungkap ketua PKB Kaltim itu, Jumat (8/3).
Syafruddin melihat terjadi peralihan fungsi lahan pertanian ke pertambangan secara masif di dua sentra penghasil beras di Kaltim. Yakni di Kutai Kartanegara (Kukar) dan Penajam Paser Utara (PPU). “Sekitar 10 tahun lalu PPU dan Kukar jadi lumbung pangan Kaltim. Jadi andalan pasokan setiap panen raya. Sekarang tidak ada lagi yang menjadi andalan,” sambungnya.
Dirinya melihat, dengan gemuknya APBD Kaltim saat ini seharusnya ada upaya alokasi lebih ke sektor pertanian. Sayangnya, jika melihat rencana kerja dan anggaran Dinas Pertanian Kaltim, dirinya tidak melihat ada upaya lebih untuk meningkatkan sektor pertanian.
“Menurut saya, ini jadi bentuk kegagalan kepala dinas. Jadi, harus ada evaluasi baik untuk program yang tepat sasaran. Nanti dari Fraksi PKB di DPRD Kaltim akan coba lakukan upaya untuk mengawal persoalan ini,” ucapnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim mencatat pada 2023 luas panen padi di Kaltim menyisakan 57,08 ribu hektare. Mengalami penurunan 7,89 ribu hektare atau 12,14 persen dibandingkan 2022 di level 64,97 ribu hektare. Adapun produksinya padi berkisar 226,97 ribu ton gabah kering giling (GKG) atau sekitar 132,02 ribu ton beras.
Kepala BPS Kaltim Yusniar Juliana mengatakan, berdasarkan hasil survei kerangka sampel area (KSA), realisasi luas panen padi sepanjang Januari hingga Desember 2023 mencapai sekitar 57,08 ribu hektare. Puncak panen padi pada 2023 selaras dengan 2022, yaitu pada Maret. Luas panen padi pada Maret 2023 sebesar 15,35 ribu hektare. Sedangkan pada Maret 2022 luas panen padi mencapai 14,72 ribu hektare.
Sementara itu, luas panen padi pada Januari 2024 mencapai 0,44 ribu hektare dan potensi luas panen sepanjang Februari hingga April 2024 diperkirakan 20,91 ribu hektare. Dengan demikian, total luas panen padi pada Subround Januari−April 2024 diperkirakan mencapai 21,35 ribu hektare, atau mengalami penurunan sekitar 6,39 ribu hektare (23,01 persen) dibandingkan 2023 sebesar 27,74 ribu hektare. “Penurunan luas panen tentunya berpengaruh terhadap produksi padi di Kaltim,” katanya.
Jika perkembangan produksi padi selama 2023 dilihat menurut Subround, terjadi penurunan produksi padi pada Subround Januari−April 2023 dan September−Desember 2023, yaitu masing-masing sebesar 10,80 ribu ton GKG (9,15 persen) dan 4,41 ribu ton GKG (5,57 persen) dibandingkan periode yang sama pada 2022.
“Penurunan produksi padi tersebut disebabkan karena adanya penurunan luas panen padi pada Subround Januari−April 2023 dan September−Desember 2023, masing-masing sebesar 4,26 ribu hektare (13,33 persen) dan 3,56 ribu hektare (16,80 persen) dibandingkan periode yang sama pada 2022,” ujarnya. (rom/k15)