SAMARINDA–Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tingkat provinsi dan kabupaten/kota bakal tersaji November mendatang. Tujuh bulan sebelum hari pemungutan pada 27 November 2024, KPU harus segera menyiapkan semua perangkat penyelenggaraan kepemiluan seperti badan ad hoc, panitia pemilihan kecamatan (PPK) hingga panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat kelurahan.
Rekrutmen pun dibuka sepanjang 23–29 April 2024. Sembari menyeleksi, KPU harus memastikan tak ada disinformasi dalam penjaringan tersebut lantaran terdapat sedikit perbedaan dalam hal pembiayaan penyelenggaraan kenduri akbar ini. Di antaranya, sumber pendanaan honorarium hingga pembagian tugas antara KPU provinsi dan kabupaten/kota. “Untuk honorarium badan ad hoc akan dihandel oleh KPU Kaltim. sementara KPU kabupaten/kota bisa fokus ke pembiayaan sosialisasi atau bimbingan teknis (bimtek),” ucap Komisioner KPU Kaltim Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia Abdul Qayyim Rasid, (26/4).
Pembagian penanganan pendanaan ini merupakan tindak lanjut dari koordinasi dalam penyelenggaraan pilkada medio 2023 lalu untuk mengurangi beban masing-masing penyelenggara pemilu. Kendati KPU di kabupaten/kota menghandel penuh urusan gaji para PPK, PPS, hingga KPPS, urusan rekrutmen tetap ada di daerah. Lewat pendanaan bersama ini, sebut Qayyim, anggaran yang diperlukan dalam penyelenggaraan pilkada bisa lebih hemat. Karena beban pembiayaan terbesar ialah honorarium badan ad hoc, dari PPK, PPS, hingga KPPS. Estimasi pembiayaan yang terpangkas pun bisa mencapai 40 persen dana kebutuhan awal.
Karena itu, pihaknya harus intens berkolaborasi dan memastikan rekrutmen yang digelar serentak di kabupaten/kota bisa berjalan dan memenuhi kuota yang dibutuhkan. Mengingat target waktu pelantikan PPK ditetapkan pada 16 Mei 2023 dan PPS pada 26 Mei 2023. “Masa kerjanya delapan bulan. Dalam kurun waktu enam bulan sebelum dan dua bulan setelah pemungutan. Ini dipersiapkan untuk memastikan mereka mendapatkan bimtek menyelenggarakan pilkada,” jelas mantan ketua KPU Paser ini.
Untuk besaran honorarium para ad hoc ini masih mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor S-647/MK.02/2022 tertanggal 5 Agustus 2022. Dengan rincian gaji PPK berkisar Rp 2,2-2,5 juta per bulan, PPS sekitar Rp 1,5–1,8 juta per bulan, dan KPPS sebesar Rp 1,1–1,2 juta. Sosialisasi terkait rekrutmen pun harus terus ditempuh KPU kabupaten/kota untuk memastikan tahapan bisa berjalan maksimal. Seperti kegiatan yang digelar KPU Samarinda, kemarin. Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat menjelaskan, lewat sosialisasi pembentukan badan ad hoc ini diharapkan bisa memberi pemahaman ke publik dan pemerintah terkait beban kerja yang pasti berbeda dengan Pemilu Serentak 2024 di Februari lalu. Tak luput, jaminan ketenagakerjaan badan ad hoc nantinya.
“Pasti berbeda, di pilkada hanya dua jenis pemilu. pilgub (pemilihan gubernur) dan pilwalkot (pemilihan wali kota) atau pilbup (pemilihan bupati). Jadi beban kerjanya pasti lebih ringan,” sebutnya. Selain itu, KPU juga mencoba menyelaraskan kebutuhan administrasi dan keperluan kepemiluan lainnya dengan pemerintah daerah. Seperti kebutuhan sekretariat PPK dan PPS hingga akses persyaratan perekrutan badan ad hoc. Terkait pendanaan bersama, sebut Firman, tak menyentuh semua aspek yang diperlukan badan ad hoc. Tetap ada pembiayaan yang dihandel masing-masing, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. Salah satunya logistik kepemiluan di hari pemungutan nanti. Dari kotak, tinta dan surat suara.
“Untuk pemilihan gubernur logistik tersebut bakal ditangani langsung KPU Kaltim sementara logistik pilkada di kabupaten/kota bakal ditangani kabupaten di daerah. Jadi, kotak, surat suara dan lainnya untuk pilwalkot tetap KPU Samarinda yang handel,” jelasnya. Untuk perekrutan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) bakal digelar sebulan sebelum hari pemungutan. Kata Firman, untuk jumlah yang dibutuhkan di Samarinda dipastikan tak sama seperti Pemilu Serentak 2024 Februari lalu. Hal ini terjadi lantaran ada perbedaan aturan terkait jumlah pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS) untuk pileg dan pilpres dengan pilkada.
“Kalau di pilpres dan pileg jumlah pemilih per TPS berkisar 300 orang. Nah, di pilkada itu per TPS-nya bisa 500 orang. Jadi pasti berkurang nanti jumlah KPPS yang dibutuhkan,” tutupnya. Untuk diketahui, dalam rekrutmen badan ad hoc yang digelar KPU kabupaten/kota tersebut. KPU membutuhkan lima orang sebagai PPK di setiap kecamatan, tiga orang sebagai PPS di setiap kelurahan, dan tujuh orang sebagai KPPS per TPS. (ryu/riz/k8)