SAMARINDA–Kisruh penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMA 10 Samarinda sampai ke telinga para penghuni Karang Paci, sebutan kantor DPRD Kaltim. Wacana menemukan para pihak yang berkelindan dalam satu wadah pun digulirkan guna mengurai benang merah persoalan. Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Akhmed Reza Pahlevi menuturkan, dewan sudah mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) yang dijadwalkan bakal digelar pada 2 Mei mendatang.
“Sudah disusun jadwalnya. Kamis nanti RDP,” ucapnya dikonfirmasi via seluler, (30/5). RDP itu, sambung dia, tak hanya menemukan pihak SMA 10 dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim dalam satu wadah. Selain kedua pihak itu, dewan juga mengundang musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) hingga perwakilan pegawai yang mengurus operasional asrama di sana.
Hal itu ditempuh karena dewan ingin menilik lebih dalam kebijakan yang sudah diterbitkan Disdikbud Kaltim terkait PPDB untuk SMA 10 di tahun ajaran baru. “Karena kami ingin memastikan sudut pandang kebijakan yang ada sudah mengedepankan pemerataan pendidikan atau belum. Selain itu, juga memastikan bagaimana impak dari kebijakan tersebut dengan pegawai di SMA 10. Jadi, tunggu saja seperti apa nanti hasilnya di RDP,” tuturnya.
Sementara itu, praktisi pendidikan Samarinda Kris Suhariyatno menyayangkan persoalan PPDB SMA 10 Samarinda justru kembali memercik polemik menjelang dibukanya penerimaan di tahun ajaran baru. Hal ini, sebut dia, sudah terjadi tiga tahun terakhir atau sejak 2022 lalu dan selalu soal penerimaan terkait asrama.
Menurutnya, hal ini tak perlu mencuat ke publik sepanjang semua pihak bisa memahami aturan terkait penyelenggaraan pendidikan yang ada, yakni Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 47/M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Mendikbud Nomor 1/2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, hingga SMK.
“Di aturan itu sudah dijelaskan kelaminnya. Sekolah berasrama itu, sekolah yang seluruh peserta didiknya tinggal berasrama di lingkungan sekolah. Tidak ada yang sebagian asrama, sebagian reguler,” ungkapnya. Di Kaltim, ada Peraturan Daerah (Perda) 16/2016 tentang Penyelenggaraan pendidikan yang masih berlaku hingga saat ini sebagai payung hukum. Lewat beleid ini, khususnya Pasal 73 dari Ayat 1-3, lanjut Kris, dijelaskan pula sekolah berasrama itu harus diatur tata cara pendirian dan pengelolaan sekolah berasrama dalam sebuah peraturan kepala daerah setempat.
“Untuk SMA, kewenangannya ada di Pemprov Kaltim, maka harus ada pergub (peraturan gubernur). Ini kuncinya, sudah adakah pergub SMA 10 Samarinda sebagai sekolah berasrama,” tegasnya. Jika belum ada, maka secara aturan SMA 10 Samarinda belum bisa dikategorikan dan diklaim sebagai sekolah berasrama. Sekalipun sarana prasarana asrama yang ada sudah mumpuni bahkan mampu menampung seluruh siswa di satu sekolah.
Selama belum ada pergub, tak bisa juga mengoperasikannya. Karena ada syarat dan prasyarat dalam mengoperasikan sekolah asrama. Jika tetap berjalan, bukan tak mungkin menjadi memunculkan persoalan hukum di kemudian hari. Karena itu, dia menyarankan agar ada usulan dari pihak terkait untuk bisa menghadirkan pergub agar persoalan ini tak melulu muncul saban tahun ajaran baru dibuka.
Pergub itu, kata dia, harus menuangkan sistem seleksi dalam sekolah asrama yang ditetapkan. Seleksi untuk cakupan daerah peserta didik yang bisa mengikuti PPDB, sampai seleksi pendidik dan tenaga pendidik yang nantinya mengelola asrama tersebut. Tak luput, menuangkan bagaimana pembagian jatah siswa atau tidak per kabupaten/kota se-Kaltim hingga urusan pendanaannya. Apakah perlu menyertakan pembiayaan dari kabupaten/kota yang masuk cakupan sekolah atau tidak, mengingat sekolah yang ditetapkan bakal menampung siswa dari daerah lain.
“Ini terkait bantuan operasional sekolah (BOS) karena peserta didik berasal tak hanya dari satu daerah. Kan ada Bosda dan Bosnas. Hal seperti ini bisa diterapkan meski kewenangan pengelolaan SMA ada di provinsi. Selama ada pergub,” tuturnya. Contoh konkret dari regulasi terkait sekolah berasrama ialah Pergub DKI Jakarta Nomor 378/2016 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja SMA Unggulan Mohammad Husni Thamrin atau Pergub Jawa Timur Nomor 8/2022 tentang Penyelenggaraan Pendidikan SMA Berasrama.
“Sekolah berasrama itu pasti berbeda strukturnya dari sekolah reguler karena mereka menyertakan asrama itu sendiri, pengasuh di asrama, sampai pembinanya,” imbuhnya mengakhiri. (ryu/riz/k15)