BALIKPAPAN– Sejarah panjang industri perminyakan di Balikpapan menjadi hal menarik dalam kunjungan Persatuan Wanita Patra (PWP) Tingkat Wilayah PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Zona 9 ke Rumah Cagar Budaya Dahor dan Monumen Sumur Mathilda. Kunjungan ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan upaya untuk menelusuri kembali akar sejarah kota Balikpapan dan mengapresiasi peran tempat-tempat bersejarah yang menjadi saksi perkembangan industri minyak di kota ini.
Rospita Julfrinson Sinaga, Ketua PWP PT PHI Zona 9, menyatakan bahwa kunjungan ini bukan sekadar kegiatan rekreasi, melainkan bagian dari misi besar untuk memperkuat rasa memiliki dan kebanggaan terhadap kota Balikpapan. “Sejarah adalah bagian penting dari identitas kita. Kami ingin agar anggota PWP bisa lebih mengenal sejarah tempat di mana kita tinggal dan bekerja. Dengan cara ini, kami berharap Rumah Cagar Budaya Dahor semakin dikenal luas, tidak hanya oleh masyarakat lokal, tetapi juga pengunjung dari luar daerah,” tutur Rospita dalam sambutannya.
Rombongan yang terdiri dari lima belas orang tersebut disambut hangat oleh Rudiansyah, pengurus Rumah Cagar Budaya Dahor, yang juga dikenal sebagai salah satu pegiat sejarah terkemuka di Balikpapan. Rumah Dahor, yang dulunya merupakan tempat tinggal para pekerja kilang pada era kolonial, kini telah bertransformasi menjadi museum hidup yang menyimpan berbagai catatan sejarah penting tentang perkembangan industri perminyakan di kota ini.
“Kami menyambut baik inisiatif kunjungan seperti ini. Rumah Cagar Budaya Dahor tidak hanya berfungsi sebagai situs sejarah, tetapi juga tempat di mana kami, sebagai pegiat sejarah, dapat berbagi pengetahuan dan cerita tentang masa lalu Balikpapan,” ujar Rudiansyah. Ia juga berharap agar lebih banyak lagi masyarakat dan perusahaan yang tergerak untuk melestarikan warisan budaya lokal.
Tak hanya sekadar menyaksikan pameran di Rumah Dahor, rombongan PWP juga mengunjungi Monumen Sumur Mathilda, yang dikenal sebagai sumur minyak pertama di Kalimantan Timur. Monumen ini memiliki arti penting karena menandai awal mula pengembangan industri minyak di Balikpapan yang telah memberi dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial di wilayah ini.
Dalam kesempatan tersebut, PWP PT PHI Zona 9 juga menyerahkan cindera mata berupa tanaman bunga kepada pengurus Rumah Dahor sebagai simbol harapan agar budaya dan sejarah Balikpapan tetap tumbuh subur. “Kami ingin memberikan sesuatu yang bermakna dan simbolis. Tanaman bunga ini diharapkan dapat menjadi tanda bahwa sejarah dan budaya lokal harus terus dirawat agar bisa tetap hidup dan dikenang,” jelas Rospita.
Kunjungan diakhiri dengan sesi diskusi singkat tentang rencana pelestarian sejarah dan budaya di Balikpapan. Rudiansyah mengingatkan bahwa sejarah bukanlah sekadar catatan masa lalu yang statis, melainkan bagian dari identitas yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara komunitas lokal, pemerintah, dan perusahaan seperti PT KPI Unit Balikpapan dalam menjaga situs-situs bersejarah.
Sebagai perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial tinggi, PT KPI Unit Balikpapan menegaskan komitmennya untuk terus mendukung upaya pelestarian warisan budaya di sekitar wilayah operasinya. Dengan adanya kunjungan-kunjungan seperti ini, harapannya Rumah Cagar Budaya Dahor dan Monumen Sumur Mathilda bisa semakin dikenal sebagai bagian penting dari sejarah Balikpapan yang layak untuk dilestarikan dan dihargai.