• Senin, 22 Desember 2025

Alasan Tahun Politik, Penertiban Pertamini di Samarinda Tertunda

Photo Author
- Kamis, 10 Oktober 2024 | 14:45 WIB
BELUM TEGAS? Salah satu pertamini yang masih bebas berjualan. Regulasi untuk menertibkan usaha liar ini sudah keluar, namun penerapannya belum diberlakukan.
BELUM TEGAS? Salah satu pertamini yang masih bebas berjualan. Regulasi untuk menertibkan usaha liar ini sudah keluar, namun penerapannya belum diberlakukan.

Rencana Pemkot Samarinda untuk menertibkan pedagang Pertamini yang marak di kota ini terkendala oleh berbagai alasan. Padahal, Perwali Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pengawasan dan Pengendalian Perdagangan Eceran Bahan Bakar Minyak di daerah telah terbit sejak Juli lalu.

Kabag Hukum Sekretariat Daerah Kota Samarinda Asran Yunisran, mengungkapkan, penundaan penertiban ini dilakukan untuk memberikan waktu kepada pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan peraturan baru. Selain itu, Pemkot juga ingin menciptakan suasana kondusif menjelang Pemilu. "Tujuannya menciptakan suasana kondusif, mungkin setelah acara kenduri nasional kelar," ujarnya, Rabu (9/10).

Dia menerangkan dengan terbitnya Perwali ini seharusnya instansi teknis memang sudah bisa bekerja. Bahkan tidak perlu ada aturan turunan lagi. Namun demikian, apakah setelah pilkada serentak 27 November mendatang pemkot akan menindak, dirinya enggan berkomentar. “Semua kembali ke arahan kepala daerah,” singkatnya.

Sementara itu dikonfirmasi perihal perwali ini, Kepala Bidang Perundang-Undangan Satpol PP Samarinda Herri Herdani menyatakan, pihaknya belum mengetahui adanya Perwali Nomor 30 Tahun 2024. Herri menjelaskan bahwa Satpol PP tengah menunggu revisi Perda Trantibum yang saat ini masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Dalam aturan tersebut, terdapat larangan penjualan Pertamini.

"Sementara masih menunggu Perda tersebut terbit. Setelah hasil harmonisasi selesai, akan dikembalikan ke dewan untuk disahkan sebagai sebuah perda," singkatnya.

Sebelumnya, Kebijakan Pemkot Samarinda yang melarang penjualan Pertalite di empat SPBU guna mengatasi kemacetan mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari pengamat transportasi, Tiopan Henry Gultom, yang menilai kebijakan tersebut kurang tepat sasaran.

Menurut Tiopan, akar masalah kemacetan di SPBU bukan semata-mata karena antrean kendaraan pribadi, melainkan juga karena praktik penjualan Pertalite secara ilegal oleh pedagang toko kelontong dengan botolan atau mesin pertamini tak berstandar SNI.

"Seharusnya pemerintah lebih fokus pada penindakan terhadap pedagang asongan atau toko kelontong yang menjual Pertalite secara bebas," tegas Tiopan, yang juga dosen Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mulawarman (Unmul).

Diketahui sebelumnya, sepanjang tahun ini hingga Oktober 2024, empat SPBU di Samarinda telah dilarang menjual Pertalite untuk kendaraan roda empat. Alasannya antrean kendaraan di sekitar SPBU membuat kinerja jalan tidak maksimal akibat penyempitan sehingga menyebabkan kemacetan. SPBU yang dimaksud yakni di Jalan Kadrie Oening, Jalan Gatot Subroto, serta dua SPBU di Jalan Ir H Juanda.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Sumber: Kaltim Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X