Tragedi kecelakaan yang menewaskan tiga relawan saat menuju lokasi kebakaran di kawasan Harapan Baru, Kecamatan Loa Janan Ilir, Senin (9/12) malam, memunculkan polemik terkait pelayanan di RSUD AW Sjahranie.
Sebuah video singkat yang merekam momen kedatangan salah satu korban di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tersebut viral di media sosial, menimbulkan kritik terhadap respons pelayanan yang dianggap lambat.
Baca Juga: Diduga Hindari Kucing, Tiga Relawan Tewas Usai Tabrak Pohon
Dalam video itu, pengantar korban tampak emosional karena merasa korban tidak mendapat pelayanan maksimal. Video ini kemudian memicu perdebatan, dengan sebagian pihak menilai bahwa respons IGD tidak sesuai dengan kebutuhan darurat.
Menanggapi hal ini, Kepala Instalasi Humas dan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) RSUD AW Sjahranie, Arysia Andhina, menjelaskan situasi yang terjadi pada malam kejadian. Menurutnya, kondisi IGD saat itu sedang penuh, dengan semua bed (tempat tidur pasien) di ruang resusitasi, bedah, umum, dan anak sudah terpakai.
Perawat yang bertugas saat itu harus mencari bed tambahan, karena semua ruang di IGD penuh, termasuk bed ekstra. Bahkan ada bed yang kondisinya tidak lagi berfungsi maksimal, jelas Arysia pada Selasa (10/12).
Ia menambahkan bahwa perawat telah berusaha mencari bed ke ruangan lain, termasuk ke lantai dua, namun proses tersebut membutuhkan waktu. Ketika diberitahu untuk menunggu, pengantar korban sempat tersulut emosi. Kami memahami situasi itu, tapi memang kami harus mengikuti prosedur, imbuhnya.
Menurut Arysia, pasien IGD tidak bisa ditempatkan sembarangan. Semua tindakan harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan pasien. Dokter jaga langsung memeriksa korban, terutama mereka yang sudah dinyatakan meninggal di gelombang pertama. Namun, untuk korban yang masih hidup, perawat memerlukan waktu mencari bed tambahan, ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa situasi malam itu tergolong luar biasa, dengan kunjungan pasien rawat jalan mencapai lebih dari seribu orang per hari dan IGD yang selalu penuh. Kami sudah memaksimalkan fasilitas yang ada, termasuk ekstra bed, tetapi tetap tidak cukup untuk menangani lonjakan pasien secara mendadak seperti ini, tegasnya.
Meski demikian, pihak RSUD mengakui adanya kekurangan, terutama dalam hal komunikasi dengan keluarga pasien. Kami sudah sering menghadapi kritik soal respons IGD yang dianggap lambat, tapi perlu dipahami konteksnya. Kami juga rutin melakukan pelatihan untuk meningkatkan pelayanan, termasuk memperbaiki sikap perawat yang dianggap kurang ramah, kata Arysia.
Ia berharap masyarakat dapat memahami keterbatasan yang ada dan tetap mempercayai upaya yang dilakukan oleh pihak rumah sakit. Kami akan terus mengevaluasi sistem kami, tapi perlu diingat bahwa kejadian luar biasa seperti ini tidak bisa sepenuhnya diantisipasi, tutupnya. (kis/oke/nha)