PROKAL.CO, Kasus pembunuhan Rusel (60) dan penganiayaan berat terhadap Anson (55) di Muara Kate, Paser, Kalimantan Timur, membuka luka lama yang tak kunjung sembuh.
Kejadian ini bukan sekadar insiden kriminal biasa; ia mencerminkan konflik mendalam antara kepentingan korporasi tambang batubara dan hak hidup masyarakat lokal.
Sejak insiden ini terjadi, tak satu pun pihak yang dinyatakan sebagai tersangka, meninggalkan pertanyaan besar tentang keadilan.
Jejak Industri Ekstraktif di Bumi Etam
Sejarah panjang kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur dimulai sejak era Orde Baru dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA).
UU ini membuka pintu lebar bagi eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan besar. Dampaknya, izin industri ekstraktif kini bahkan melebihi luas daratan Kaltim, mencapai 13,83 juta hektare—tiga kali luas Pulau Jawa.
Menurut Buyung Marajo, Ketua Pokja 30, masyarakat Kaltim menjadi korban utama dari model ekonomi-politik ini.
“Pemerintah lebih mendengarkan suara pengusaha daripada masyarakatnya sendiri,” tegasnya. Konflik di Muara Kate hanyalah salah satu dari banyak contoh, di mana kebutuhan masyarakat bertabrakan dengan kepentingan akumulasi kapital.
Jalan Umum yang Dilanggar, Hak Masyarakat yang Terpinggirkan
Penggunaan jalan umum oleh truk pengangkut batubara menjadi salah satu pemicu konflik di Muara Kate.
Hal ini melanggar Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012, yang mengatur penggunaan jalan khusus untuk kegiatan pengangkutan batubara dan kelapa sawit.
Namun, hingga kini, aktivitas tersebut tetap berjalan tanpa penindakan serius dari pihak berwenang.
“Ini menunjukkan kolusi antara pemerintah dan pengusaha tambang yang mengorbankan masyarakat,” kata Buyung.
Pos penjagaan yang didirikan warga sebagai bentuk perlawanan menunjukkan betapa pemerintah gagal melindungi hak-hak dasar mereka.
Tuntutan Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak
Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur mendesak pemerintah untuk bertindak tegas. Mereka menuntut Gubernur Kaltim dan kepolisian mengusut tuntas kasus ini serta memastikan Perda Kaltim No. 10 Tahun 2012 ditegakkan terhadap PT. Mantimin Coal Mining yang diduga melanggar aturan.
Namun, hingga kini, respons pemerintah daerah dinilai lemah. Dalam aksi protes di depan Kantor Gubernur, tidak ada perwakilan pemerintah yang menemui peserta aksi, memperkuat kesan abai terhadap keselamatan masyarakat.