Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kalimantan Timur (Kaltim) mengimbau para peternak sapi untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit lumpy skin disease (LSD) atau penyakit kulit berbenjol.
Hingga Januari 2025, tercatat 50 ekor sapi terjangkit LSD di tiga wilayah, yakni Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Kaltim, Dyah Anggraini, menyebut bahwa kondisi ini mendorong peternak untuk segera mengambil langkah pengendalian, terutama menjelang Idulfitri dan Iduladha. “Penyakit ini membutuhkan penanganan cepat. Kami meminta para peternak untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian,” ujarnya.
Dyah menjelaskan bahwa Kabupaten Paser mencatat kasus LSD terbanyak, yaitu 41 ekor sapi. Dari jumlah tersebut, 39 ekor berhasil sembuh, sementara 1 ekor mati dan 1 ekor dipotong.
Di Kutai Kartanegara, terdapat 4 kasus, dengan semua sapi yang terjangkit dipotong. Sementara itu, di Samarinda ditemukan 5 kasus, di mana 1 ekor berhasil sembuh dan 4 ekor lainnya dipotong.
Upaya Pengendalian dan Pencegahan
Sebagai langkah pengendalian LSD dan penyakit mulut dan kuku (PMK), DPKH Kaltim telah mengerahkan dokter hewan untuk turun langsung ke lapangan.
Pada 13 Januari lalu, DPKH juga mengadakan kegiatan pengendalian dan penanggulangan PMK melalui biosecurity di Pasar Hewan dan penampungan hewan di Samarinda, Jalan Poros Samarinda-Bontang.
“Kegiatan ini melibatkan penyemprotan biosecurity untuk mencegah penyebaran PMK dan LSD, mengingat PMK memiliki daya sebar yang sangat luas, bahkan dapat menyebar melalui udara,” jelas Dyah.
DPKH juga meminta para peternak untuk menjalankan langkah-langkah biosecurity secara mandiri, seperti penyemprotan disinfektan secara rutin. Selain itu, vaksinasi dan surveilans akan dilakukan melalui pengambilan dan pengujian sampel laboratorium untuk memastikan kesehatan ternak.(*)