• Senin, 22 Desember 2025

Dugaan Skandal Mafia Hukum Kepailitan, Oknum Advokat Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan PKPU Fiktif

Photo Author
- Selasa, 4 Februari 2025 | 21:12 WIB

 

PROKAL.co, Jakarta– Praktik mafia hukum dalam kasus kepailitan kembali mencuat ke permukaan. Setelah kasus besar seperti kepailitan PT Sritex mengguncang industri tekstil, kini giliran PT Hotel Bahtera Jaya Abadi di Balikpapan yang menjadi korban. Hotel ikonik ini diduga dijebak dalam skema kepailitan fiktif oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan secara ilegal.

Hotel Bahtera awalnya mengalami kesulitan finansial akibat dampak pandemi COVID-19, terutama dalam pembayaran utang kepada Bank BPD Kaltim. Namun, alih-alih mendapatkan dispensasi atau restrukturisasi utang, hotel tersebut justru dipailitkan berdasarkan laporan tiga individu yang mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Belakangan terungkap bahwa ketiga individu tersebut menggunakan KTP palsu, sehingga status mereka sebagai debitur pun dipertanyakan.

Merasa dijebak, pihak manajemen Hotel Bahtera melalui kuasa hukumnya, Rio S. Tambunan, S.H., M.H., melaporkan oknum advokat berinisial JA dan VY beserta rekan-rekannya ke Bareskrim Polri pada 16 Desember 2024. Mereka diduga terlibat dalam tindak pidana pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP dan Pasal 242 KUHP Jo Pasal 55 KUHP.

Menurut Rio, kronologi kasus ini dimulai ketika advokat JA dan VY mengajukan PKPU atas nama seorang pria bernama Yongki dan dua individu lainnya di Pengadilan Niaga Surabaya pada 2020. Mereka mengklaim sebagai kreditor dengan piutang sebesar Rp 7 miliar terhadap Hotel Bahtera. Namun, setelah diselidiki, ternyata Yongki dan kelompoknya tidak memiliki hubungan utang piutang dengan hotel tersebut. Bahkan, mereka tidak dikenal oleh manajemen resmi, dan alamat yang digunakan dalam permohonan PKPU ternyata palsu.

“Kami sangat menyayangkan pengajuan PKPU oleh pihak yang tidak memiliki hak. Terlebih lagi, advokat JA dan VY justru membela pemohon PKPU yang menggunakan KTP palsu. Ini jelas mencederai keadilan,” ujar Rio Tambunan.

Meski terdapat indikasi pemalsuan identitas, Pengadilan Niaga Surabaya tetap mengabulkan permohonan PKPU dan menyatakan Hotel Bahtera pailit. Putusan ini pun menimbulkan pertanyaan besar di tengah publik. Apalagi, Pengadilan Surabaya baru-baru ini menjadi sorotan dalam kasus lain, yakni vonis bebas terhadap Ronald Tannur, yang memicu spekulasi tentang dugaan korupsi di lingkungan peradilan.

Akibat putusan tersebut, operasional Hotel Bahtera kini lumpuh total. Ratusan karyawan terpaksa dirumahkan tanpa kepastian nasib.

“Berat sekali jika kami harus kehilangan pekerjaan. Puluhan tahun saya bekerja di sini, dan kini semuanya hilang begitu saja,” ujar Eko (nama disamarkan), salah satu karyawan yang terkena dampaknya.

Kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo yang baru saja memulai masa kepemimpinannya. Publik menaruh harapan agar praktik mafia kepailitan yang merugikan dunia usaha dan para pekerja bisa diberantas. Kejelasan hukum sangat dibutuhkan untuk melindungi korban dari permainan hukum yang kotor.

Hingga berita ini ditulis, laporan terhadap advokat JA, VY, dan rekan-rekannya masih dalam proses di Bareskrim Polri. Apakah ini akan menjadi awal dari penegakan hukum yang lebih adil, atau justru akan menjadi kasus yang kembali tenggelam? Publik menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Wawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

X