Suasana panas mewarnai hubungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur dengan kalangan advokat daerah. Dua anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra dan M. Darlis Pattalongi, kini menjadi sorotan usai dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD oleh sekelompok pengacara yang tergabung dalam Bubuhan Advokat Kaltim.
Pemicu ketegangan ini terjadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada 29 April lalu. Dalam forum tersebut, tiga kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD), yakni Febrianus Kuri Kofi, Desi Andriani, dan Andula Agustina, diminta keluar ruangan oleh pimpinan rapat. Tindakan itu kemudian menuai respons keras dari kalangan advokat.
Ketua Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim, Hairul Bidol, mengecam perlakuan yang dinilai merendahkan profesi hukum. Ia menilai tindakan itu menciderai prinsip keadilan dan profesionalisme dalam penegakan hukum. “Ini bukan sekadar insiden. Ini bentuk pelecehan terhadap peran advokat yang dijamin undang-undang,” ujar Hairul saat menyerahkan laporan ke BK DPRD, Rabu (7/5).
Ia menegaskan pihaknya memberi waktu satu minggu kepada DPRD untuk merespons laporan tersebut. Jika tidak ditanggapi, langkah hukum lanjutan akan ditempuh.
Menanggapi laporan itu, Andi Satya membela proses RDP yang menurutnya telah sesuai dengan mekanisme resmi. Ia menyebut undangan kepada manajemen RSHD telah dikirimkan lebih dari seminggu sebelum rapat digelar. “Kami tidak melanggar prosedur. Justru forum ini dijalankan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,” katanya, Kamis (8/5).
Ia juga menampik tudingan bahwa insiden tersebut merupakan bentuk pelecehan. “Pimpinan rapat meminta kuasa hukum keluar secara baik-baik. Tidak ada penghinaan. Dewan punya hak imunitas dalam menjalankan fungsinya,” tambahnya.
Senada, Darlis Pattalongi menilai kehadiran hanya dari pihak kuasa hukum tanpa manajemen merupakan bentuk ketidaksiapan RSHD. “Agenda rapat adalah membahas persoalan manajerial. Kalau yang hadir cuma pengacara, tidak ada ruang untuk menjawab substansi,” tuturnya.
Menurut Darlis, kuasa hukum tetap bisa mengikuti rapat asalkan hadir bersama perwakilan resmi manajemen. “Kami tidak tolak mereka sebagai profesi. Tapi forum ini butuh klarifikasi langsung dari pihak yang berkepentingan,” jelasnya.
Menanggapi laporan ke BK, Darlis menyatakan siap mengikuti proses dan mempertanyakan pemahaman hukum dari pihak pelapor. “Silakan lapor, itu hak mereka. Tapi seharusnya mereka juga memahami tata tertib lembaga legislatif, bukan menuding sembarangan,” pungkasnya.(adv/dprd/i)