SAMARINDA- Rencana ambisius Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mengubah lahan bekas tambang menjadi area pertanian menghadapi tantangan teknis yang tidak mudah. Kepala Dinas Pangan, Tanaman, dan Hortikultura (DPTH) Kaltim, Siti Farisyah Yana, menegaskan bahwa tidak semua lahan pasca-tambang bisa langsung dimanfaatkan untuk pertanian.
Menurutnya, kualitas tanah menjadi faktor krusial. "Peluangnya ada, tapi tidak semua lahan bekas tambang bisa langsung ditanami. Perlu diuji dulu, apakah kesuburan tanah dan mikroorganismenya sudah terbentuk atau belum," jelas Yana. Proses reklamasi yang berhasil dan pengujian kualitas tanah menjadi syarat utama sebelum lahan-lahan tersebut bisa dijadikan sawah atau kebun. Tantangan ini menuntut kolaborasi yang erat antara pemerintah dan perusahaan tambang untuk memastikan tahapan reklamasi dilakukan dengan benar sesuai standar pertanian.
Baca Juga: Pemprov Kaltim Dorong Perusahaan Tambang Sertakan Pertanian dalam Rencana Pasca-Tambang
Di tengah wacana pemanfaatan lahan bekas tambang, Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, menegaskan bahwa prioritas utama pemerintah daerah tetap pada optimalisasi lahan pertanian yang sudah ada, khususnya yang memiliki sumber air memadai. Hal ini didasarkan pada perhitungan potensi ekonomi yang jelas dan menjanjikan bagi petani.
Gubernur Mas’ud menjelaskan, lahan dengan sumber air yang baik memungkinkan panen hingga 3-4 kali setahun, yang dapat meningkatkan pendapatan petani secara signifikan. "Pendapatan petani bisa sampai Rp20-26 juta per bulan, artinya jauh di atas UMR," pungkasnya. Penegasan ini mengindikasikan bahwa sementara lahan bekas tambang memiliki potensi, fokus utama untuk mencapai ketahanan pangan haruslah pada penguatan dan pengelolaan lahan yang sudah terbukti produktif, sehingga memberikan dampak ekonomi langsung dan nyata bagi para petani di Kaltim.(*)