SAMARINDA - Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, bersama rombongan Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kaltim melakukan kunjungan ke luar negeri, tepatnya ke Universitas Mohammed VI di Rabat, Maroko, Selasa (26/8/2025).
Rudy tidak berangkat sendiri, melainkan didampingi sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Sekretaris Provinsi Kaltim, serta istrinya, Sarifah Suraidah, yang juga anggota DPR RI. “Ini sebuah kehormatan, sekaligus peluang untuk menjalin hubungan yang lebih erat antara Kaltim, Indonesia, dan Maroko,” ujar Rudy, dikutip dari laman resmi Pemprov Kaltim.
Dalam kunjungan itu, pihak universitas memaparkan sejarah berdirinya Universitas Mohammed VI yang dikenal sebagai pusat studi Islam modern di Maroko. Diskusi juga menyinggung kesamaan visi Indonesia dan Maroko dalam mengembangkan pendidikan Islam moderat dan toleran.
Rudy menjelaskan, program Gratispol—visi misi Pemprov Kaltim untuk membebaskan biaya kuliah bagi putra-putri daerah—dapat disinergikan dengan peluang pendidikan internasional di Universitas Mohammed VI. Ia berharap mahasiswa Kaltim, khususnya yang akan mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), bisa diprioritaskan dalam program beasiswa.
Pihak universitas menyambut positif usulan tersebut dan membuka peluang kerja sama berupa pertukaran mahasiswa dan dosen, pelatihan imam dan qari, riset bersama, hingga program beasiswa.
Kunjungan ini menuai sorotan publik lantaran dilakukan di tengah isu efisiensi anggaran yang kerap digaungkan Pemprov Kaltim. Banyak pihak mempertanyakan urgensi keberangkatan rombongan besar, termasuk pejabat daerah dan anggota DPR RI, ke luar negeri.
Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, mendesak transparansi anggaran perjalanan tersebut. Ia menilai Rudy Mas’ud dan istrinya seharusnya peka terhadap kondisi anggaran daerah. “Apa pentingnya mereka ke Maroko sampai Sekda dan kepala OPD ikut serta? Apa dampaknya bagi publik Kaltim yang 3,7 juta jiwa ini? Perjalanan ini harus diaudit,” tegasnya.
Buyung juga mengkritik langkah mempromosikan program Gratispol ke luar negeri. Menurutnya, pelaksanaan Gratispol di Kaltim sendiri masih banyak masalah. “Kalau tujuannya hanya komunikasi akademik, bukankah bisa lewat jalur diplomasi atau daring? Publik bisa menilai perjalanan ini lebih mirip pelesiran ketimbang prioritas efisiensi anggaran,” ujarnya.
Meski Universitas Mohammed VI merespons positif usulan kerja sama beasiswa dan riset, kritik publik tetap mengemuka. Masyarakat menilai pemerintah seharusnya lebih dulu memastikan realisasi Gratispol di daerah, ketimbang melakukan perjalanan luar negeri.
Dengan kondisi keterbatasan anggaran, langkah Gubernur dan rombongan ke Maroko meninggalkan tanda tanya besar: apakah benar demi masa depan pendidikan rakyat, atau sekadar perjalanan pelesiran berbaju kerja sama internasional? “Mereka harusnya malu kepada rakyat, terutama kepada pemilihnya. Rakyat tidak menginginkan pejabat keluyuran, tapi pelayanan publik yang baik,” pungkas Buyung. (mrf/beb)