• Senin, 22 Desember 2025

Inflasi PPU Tertinggi se-Kaltim, DPRD Soroti Dampak IKN dan Lemahnya Hilirisasi Pertanian

Photo Author
- Kamis, 28 Agustus 2025 | 17:25 WIB

PENAJAM - Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mencatat inflasi tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada Juli 2025 dengan angka 0,88 persen (month-to-month). Secara kumulatif, inflasi PPU sudah mencapai 2,37 persen, mendekati target nasional sebesar 2,5 persen.

Ketua Komisi II DPRD PPU, Thohiron, menyebut kondisi ini sulit dihindari. Permintaan barang meningkat tajam sementara ketersediaan di daerah terbatas. Menurutnya, keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN) turut menjadi faktor utama pendorong inflasi di PPU.

“Karena IKN masih bagian dari kita, kebutuhan barang melonjak dengan hadirnya banyak orang dari luar, sementara stok barang lokal sangat kurang. Itu membuat harga melambung,” ujarnya, Kamis (28/8/2025).

Distribusi barang juga menjadi persoalan. Thohiron menilai jalur distribusi yang harus singgah terlebih dahulu di Balikpapan membuat harga semakin tinggi dan pasokan terbatas.

Pemerintah daerah sendiri dalam menyikapi hal ini telah menyiapkan sejumlah strategi pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Langkah yang dilakukan antara lain operasi pasar dan gerakan pangan murah minimal sebulan sekali, penguatan distribusi beras SPHP, percepatan implementasi roadmap pengendalian inflasi 2025-2027, serta pemantauan harga dan stok bahan pokok secara rutin.

Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi dengan andil 0,82 persen. Komoditas hortikultura, seperti tomat dan cabai rawit, mencatat kenaikan harga signifikan masing-masing 69 persen dan 39 persen.

Thohiron melanjutkan tanpa penyerapan hasil panen yang baik petani lokal enggan menanam komoditas hortikultura karena risiko kerugian tinggi. Ini menandakan masih lemahnya hilirisasi pertanian di PPU.

“Selama tidak ada hilirisasi percuma. Saat harga tomat mahal, tidak ada panen. Sebaliknya, saat tomat tidak laku, petani panen. Tomat tidak tahan lama, akhirnya petani rugi,” jelasnya.

Ia menilai pemerintah perlu memperkuat hilirisasi dan melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seperti yang sudah dilakukan pada penyerapan beras lokal untuk distribusi di PPU.

“Kalau menjaga stabilitas, pemerintah sudah berusaha maksimal. Tapi tetap harus memperhatikan petani. Mereka mau berproduksi kalau ada jaminan harga, dan kebutuhan pangan masyarakat juga bisa terjaga,” pungkas Thohiron. (kim2)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Wawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

X