NUNUKAN - Keberadaan ekportir lokal dalam menjaga kestabilan harga jual rumput laut kering di tingkat pembudi daya akhirnya terwujud. Harapan yang selama ini digaungkan akhirnya dapat diwujudkan. Hal ini terbukti dengan adanya ekspor perdana sebanyak 63 ton rumput laut kering ke Busan, Korea Selatan (Korsel) belum lama ini.
“Tingginya produksi rumput laut selama ini harus dimanfaatkan. Keberadaan eksportir lokal akhirnya terwujud. Jadi, jika ada pengusaha lokal yang merasa tidak dilibatkan, saya raya hanya persoalan komunikasi saja. Karena, keberadaan eksportir lokal itu sangat dinantikan pembudi daya juga,” kata Hasan Basri Mursali, Sekretaris Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan kepada media ini, Minggu (27/1). Ia mengatakan, selaku pemerintah pihaknya sangat mendukung jika ada eksportir yang dapat membeli rumput laut warga untuk langsung di ekspor ke luar negeri. Siapa saja yang ingin melakukan dan menjadi eksportir itu hak mereka. Kesempatan terbuka. Asalkan mampu memenuhi syarat dan tidak melanggar aturan yang ada. “Saya rasa selama ini pembudi daya yang berharap. Dan keinginan mereka kami dukung. Apalagi ketika ada yang ingin menjadi eksportir,” jelasnya.
Seperti diketahui, Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Kecil Pembudidaya Ikan Dinas Perikanan (Diskan) Nunukan Sidik Agus menyebutkan, jumlah produksi rumput laut kering setiap bulan mencapai 1.500 hingga 3.000 ton per bulannya. Bahkan, mengalami peningkatan sejak adanya kenaikan harga jual. “Jika dikalkulasi Rp 10 ribu per kg itu, uang yang beradar di Nunukan itu mencapai Rp 1,5 hingga Rp 3 miliar beredar di masyarakat per bulannya,” sebutnya.
Menurutnya, keberadaan eksportir lokal yang langsung menjual ke perusahaan menjadi salah satu solusi yang tepat mengatasi persoalan harga yang hampir setiap tahun ini terjadi. Hanya saja, sampai saat ini belum terwujud. Koordinasi dengan Dinas Perdagangan (Disdag) Nunukan juga dilakukan untuk memecahkan persoalan ini. Hanya saja, ketersediaan anggaran menjadi kendala. “Perusahaan daerah memang pernah ditunjuk menjadi ekportir rumput laut ini. Kendalanya di dana,” ujarnya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Nunukan Irsan Humokor mengatakan, solusi jangka panjang mengenai persoalan harga rumput laut ini seharusnya berdirinya sebuah industri rumput laut di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Sehingga, bahan baku rumput laut itu tidak dijual ke luar daerah. Namun, setelah diproses menjadi barang setengah jadi. “Untuk jangka pendeknya, Di Nunukan sebisanya menjadi pintu ekspor. Artinya entry point eksport rumput laut dilakukan di Nunukan lagu, bukan di Makassar atau di Surabaya,” ungkapnya kepada media ini
Dikatakan, selama ini entry point ekspor ada di Surabaya dan Makassar. Jika sudah ada di Kabupaten Nunukan maka dapat menghemat biaya pengiriman atau lebih efisien. Sembari kualitas harus diperbaiki setiap saat. Lalu, untuk nasional sebaiknya, ada regulasi yang mengatur tata niaga ekspor rumput laut. Jika harga diturunkan di bawah nilai standar sebaiknya rumput laut tidak boleh ekspor agar Indonesia punya nilai tawar karena Indonesia merupakan produsen terbesar rumput laut dunia.
“Siapa pun dapat menjadi eksportir. Pada prinsipnya kami dari Kadin siap mendorong siapa saja yang mau menjadi eksportirnya baik dari swasta atau BUMD. Yang penting memiliki izin atau dokumen yang lengkap,” pungkasnya. (oya/zia)