• Senin, 22 Desember 2025

Nasib 22 Petani Rumput Laut Belum Jelas

Photo Author
- Senin, 28 Januari 2019 | 14:26 WIB

NUNUKAN – Nasib 22 petani rumput laut asal Indonesia yang diamankan aparat Malaysia, saat melakukan aktivitas penanaman rumput laut di sekitar perairan Sebatik hingga kini belum jelas nasibnya.

Saat berkunjung ke Nunukan mendampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendhy, Kepala Fungsi Sosial dan Budaya pada Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau Firma Agustina mengatakan, bahwa para petani tersebut masih ditahan aparat Malaysia.

“Untuk saat ini hanya melakukan komunikasi dengan pihak aparat Malaysia,” kata Firma Agustina dua hari lalu.

Untuk waktu kapan akan dilepaskan, KRI Tawau belum dapat memastikan. Hukuman kepada 22 WNI tersebut ditentukan pemerintah Malaysia. Menurut Firma, penyelesaian hukumnya tidak dapat diintervensi Indonesia.

Dia menjelaskan, kesalahan yang dilakukan 22 WNI tersebut berbeda dengan kasus yang biasa dilakukan buruh migran Indonesia (BMI). Seperti biasa BMI ditangkap aparat Malaysia tidak memiliki dokumen, namun 22 WNI masuk di wilayah Malaysia dengan kegiatan budi daya rumput laut tanpa izin dari pemerintah Malaysia. “Pemerintah Malaysia memiliki aturan tersendiri untuk kawasan laut, jadi untuk saat ini masih sulit untuk dibebaskan,” ujarnya.

Ditambah dengan aparat yang bertugas saat mengamankan 22 WNI tersebut, sangat tegas sehingga perlu ada komunikasi yang baik. Seperti kehadiran pemerintah daerah, menjelaskan kondisi zona rumput laut yang ada di Indonesia. “Saya tidak baik membahasakan, tapi sisa bagaimana ada solusinya kepada 22 WNI ini,” tambahnya.

Bupati Nunukan, Hj. Asmin Laura Hafid mengatakan, untuk kasus penangkapan terhadap petani rumput laut telah terjadi sebanyak dua kali. Sebelumnya dinas terkaittelah melakukan sosialisasi terkait risiko budi daya rumput laut di perairan negara lain.

“Telah ada penyampaian kepada para petani, terkait aktivitas budi daya rumput laut di wilayah Malaysia, memiliki risiko,” kata Hj. Asmin Laura.

Lanjut dia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah bahwa kewenangan pengawasan di laut menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltara, dari 0 mil hingga 12 mil. Untuk itu, Pemprov Kaltara dalam hal ini DKP segera membangun UPT pengawasan dan konversi laut sesuai dengan kewenangan.

“Perlu membentuk tim pengawasan perikanan dan kelautan dengan melibatkan OPD terkait. Termasuk instansi vertikal,” ujarnya. (nal/lim)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: anggri-Radar Tarakan

Tags

Rekomendasi

Terkini

X