TANJUNG SELOR – Pemilih penyandang disabilitas, khususnya tunanetra nantinya mendapatkan surat suara khusus saat akan menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS).
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Suryanata Al Islami mengungkapkan, adanya surat suara khusus itu tak lain agar seluruh penyandang disabilitas tetap dapat menggunakan hak pilihnya pada pemilu 17 April 2019. Ini tak ubahnya pada pemilih lain pada umumnya.
Diketahui, di Kaltara pemilih disabilitas sesuai klasifikasi daftar pemilih tetap (DPT) dan DPTb-2 jumlahnya mencapai 1.013 jiwa. Dan pemilih disabilitas terbanyak ada di Kota Tarakan dengan jumlah 534 jiwa. “Ya, nanti akan ada surat suara khusus bagi penyandang disabilitas saat berada di TPS,” ungkap Surya kepada Radar Kaltara, Sabtu (9/2).
Dikatakannya juga, alasan adanya surat suara khusus. Pria yang pernah menjabat juga sebagai Ketua KPU Bulungan menjelaskan bahwa itu tak lain sebagai bentuk perhatian khusus bagi penyandang tunanetra khususnya. Pasalnya, mereka tentu tak dapat menggunakan hak pilihnya secara maksimal jika surat suara itu sama halnya seperti yang lainnya.
“Tapi, ini kita masih menunggu dari KPU RI untuk bentuk surat suara khusus bagi penyandang disabilitas itu,” ujar pria yang murah senyum ini seraya berkata dalam mencetak surat suara khusus, KPU RI juga masih menunggu data pemilih disabilitas dari masing-masing provinsi di Indonesia.
Di sisi lain, selain adanya surat suara khusus. Surya mengatakan juga pemilih tunanetra pun tetap dianjurkan ada yang mendampingi saat mencoblos. Hanya saja, seperti dalam aturan bahwa pendampingnya itu dari pihak keluarga dan dibuatkan surat pernyataan. “Tapi, kalau dari keluarga tidak ada bias, dari petugas KPPS (kelompok panitia pemungutan suara),” jelasnya.
Sementara, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltara, Siti Nuhriyati mendukung akan upaya adanya hak pilih penyandang disabilitas pada Pemilu 2019 ini. Pasalnya, sekalipun penyandang disabilitas, mereka tetap memiliki hak pilih sebagaimana mestinya.
Ini kecuali bagi warga negara Indonesia yang berdasarkan putusan Undang-Undang telah dicabut hak pilihnya. Sehingga secara otomatis warga tersebut tak dapat ikut serta pelaksanaan pesta demokrasi. “Kalau penyandang disabilitas ini sebenarnya memang berdasarkan data mereka layak. Ya, hak pilihnya memang wajib ada dan tetap berlaku,” ujar wanita berhijab ini.
Namun, lanjutnya, tetap dalam penentuan hak pilih mereka ini memiliki identitas sebagai persyaratan wajib dalam menggunakan hak pilihnya. Salah satunya memiliki e-KTP ataupun surat keterangan (suket) yang disahkan dari pihak yang berwenang.
“Soal daftar pemilih memang dari kami harapkan dapat benar mencakup seluruh warga negara yang memiliki hak pilih. Itulah mengapa saat itu KPU harus membuka GMHP (Gerakan Melindungi Hak Pilih). Dan kami (Bawaslu) membuka posko pengaduan,” jelasnya.
“Itu untuk apa? Tentunya kami (Bawaslu dan KPU) ingin semua masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 mendatang,” jelasnya. (omg/eza)