TARAKAN – Masih ada nelayan yang tidak memiliki rekomendasi untuk mengambil bahan bakar solar dan harus mengambil dari pengetap karena jarak yang jauh, membuat pemerintah akan kembali melakukan kajian ulang untuk penerbitan rekomendasi.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Muddain mengatakan, dalam waktu dekat pemerintah Kota Tarakan bersama Pemprov Kaltara juga akan membangun stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) di daerah Strat Buntu, Tarakan Barat. Inilah nanti yang akan mengurai permasalahan nelayan dan akan terkonsentrasi di SPBN. Salah satu syarat nanti untuk mendapatkan, dengan ada surat pernyataan akan melaut dari nelayan.
“Tidak lagi mengecek segala macamnya. Dan nantinya dikeluarkan dari pemerintah kota bekerja sama dengan Provinsi Kaltara,” ujarnya.
Melihat kondisi geografis masyarakat nelayan yang ada di Pantai Amal, Tanjung Batu maupun Tanjung Pasir, di mana biaya operasional untuk mengambil BBM membutuhkan lebih dari 10 liter, dan lebih boros. Maka akan diteliti kembali dan dicari kajian alternatifnya. Sehingga nantinya untuk dapat menempatkan APMS di Tanjung Pasir dan Pantai Amal.
“Kami meminta dari Pertamina untuk diteliti dan dikaji lagi, jadi tidak kejauhan jika mau mengambil solar lagi,” tambahnya.
Dan pihaknya juga meminta kembali kepada pemerintah untuk mengkaji ulang untuk surat rekomendasi kepada nelayan. Untuk dibuat penelitian dan pengkajian ulang, hasil kajian itu akan diterbitkan rekomendasi. Tidak lagi membuat kebijakan-kebijakan berdasarkan perasaan saja.
Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan, Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Tarakan, Husna Ersant Dirgantara menuturkan rekomendasi diberikan mulai tahun 2014. Tetapi setiap 3 bulan selalu diperbarui. Kemudian akan dilakukan cek ke lapangan untuk kondisi kapal, mesin kemudian juga harus memiliki izin kapal seperti pas kecil untuk salah satu persyaratan mendapatkan rekomendasi dari pihaknya.
Jadi ada beberapa yang ditemukan nelayan tidak memiliki kapal yang layak lagi dan langsung dicabut rekomendasi yang telah dikeluarkan. Diakuinya, sampai saat ini sudah ada 537 rekomendasi yang dikeluarkan pihaknya.
“Ini hanya untuk nelayan yang memiliki izin kapal saja, dan yang tidak punya tidak akan dikeluarkan. Karena itu menjadi salah satu syaratnya,” ucapnya.
Pihaknya juga melakukan berbagai sosialisasi bekerja sama dengan KSOP untuk mempermudah pengurusan pas kecil dan prosedur pembuatan rekomendasi dan pendaftaran kartu pelaku usaha kelautan dan perikanan (Kusuka).
Diakuinya, terkadang ada satu APMS yang kelebihan rekomendasi sehingga dialihkan ke APMS lainnya. Karena kebiasaan itulah sering tidak ingin dipindahkan. Padahal untuk mengurai antrean di salah satu APMS yang sudah penuh, sehingga pihaknya juga harus membagi ke APMS lain yang masih kurang rekomendasi.
Untuk mengambil di APMS juga, diakuinya semua sama saja dan tidak ada yang berbeda ataupun medan yang berbahaya. Karena seluruh nelayan pasti akan ke laut, dan tidak ada APMS yang berada di tengah laut. Perpindahan rekomendasi nelayan juga dilakukan karena terlambat pengurusan rekomendasinya. Sehingga di satu APMS telah penuh, mau tidak mau akan dipindahkan ke APMS lain yang masih kosong.
“Kalau kita tumpuk semua di satu APMS, jadinya tidak akan tercukupi,” ujarnya.
Ke depannya, pihaknya akan mencoba untuk penerbitan yang baru kembali dan akan diatur lebih lanjut dengan Pertamina. Apakah nantinya ada pergeseran kuota atau tidak. Karena semua tergantung dari kondisi di lapangan. Dikatakan Ersant, satu rekomendasi ada yang mendapatkan jatah 600 liter dan ada yang mendapatkan 1.200 liter per bulannya tergantung dari mesin kapal dan GT kapal. “Biasanya kalau dapat banyak, itu kapal-kapal besar,” jelasnya. (*/naa/eza)