NUNUKAN – Merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), berdampak terhadap penjualan hewan kurban dalam perayaan Iduladha tahun ini.
Seperti yang dialami salah seorang penjual sapi kurban di Nunukan Nurhayati. Dia mengeluhkan PMK berimas pada kenaikan harga sapi. Bahkan, sebaran wabah PMK juga mengakibatkan sulit memenuhi pesanan pelanggan.
Tahun sebelumnya, ia masih menjual sapi kurban dengan harga Rp 17,5 juta per ekor. “Kini karena ada PMK, kita harus menjual dengan harga sekitar Rp 19 juta– Rp 20 Jutaan. Biaya karantina 14 hari dan prosedur kesehatan ternak mengakibatkan harga sapi naik tahun ini,” ucapnya, Kamis (7/7).
Kenaikan tersebut terjadi karena prosedur ketat. Demi mengantisipasi masuknya PMK ke Nunukan, dari wilayah asal di Kota Parepare, Sulawesi Selatan. Mengingat, mayoritas sapi yang didatangkan ke Nunukan berasal dari Sulsel. Keberadaan PMK tentu membuat kewaspadaan dan kesiagaan, karena tidak boleh sembarangan dalam memasukan hewan ternak.
Adanya gangguan kesehatan pada sapi sekecil apapun, akan menimbulkan kecurigaan. Serta wajib menjalani sejumlah prosedur pemeriksaan oleh dokter hewan, sampai petugas Balai Veteriner.
Perlakuan ketat tersebut, kata dia, berpengaruh terhadap jumlah sapi yang dipesan. “Biasanya setiap tahun saya mendatangkan 55 ekor sapi, untuk pelanggan tetap. Tahun ini, saya hanya bisa mendatangkan 18 ekor saja. Karena sapi yang masuk harus benar-benar bebas sakit. Saya juga tidak mau ambil risiko kalau masalah penyakit berbahaya,” ungkapnya.
Sapi yang dijual Nurhayati, mayoritas berjenis Sapi Bali. Harga jualnya juga cukup beragam. Sapi dengan berat di bawah 100 kg dibanderol Rp 19 juta. Sementara yang di atas 100 kg, dihargai sekitar Rp 21 juta. Ia juga membuka ruang untuk penawaran dalam jual beli sapi kurban.
Diakui Nurhayati, minat pembeli sapi khususnya di Nunukan, juga teruji dengan kenaikan harga sekitar Rp 2 juta dibanding tahun sebelumnya. Hanya saja, mayoritas pelanggannya merupakan sohibul kurban dari kantor, instansi dan jamaah masjid.
“Biasanya, satu ekor sapi dibeli oleh tujuh orang, dengan urunan Rp 2,5 juta per orang. Kalau ditotal, hanya Rp 17,5 juta. Mau tidak mau, mereka harus mengumpulkan lagi kekurangan uangnya,” tuturnya. (*/dzl/uno)