TARAKAN - Dalam Undang undang Cipta Kerja dan turunannya di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 18 Tahun 2021 mengatur tentang penempatan alat tangkap dan alat bantu penangkapan maupun Penataan Andon Penangkapan Ikan. Salah satunya alat tangkap kurau yang digunakan nelayan di Kaltara.
Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan, Johanis Medea melalui Pelaksana Koordinasi Operasional Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran, Abdul Haris mengatakan, alat tangkap kurau menggunakan jaring atau sering disebut pukat masih diizinkan.
"Kurau masih merupakan alat tangkap yang bisa digunakan. Ramah lingkungan dan tidak mengganggu ekosistem perairan dan tidak mengancam keselamatan nelayan," ujarnya, Kamis (21/7).
Dalam Permen tersebut jugamenyebutkan ada 10 jenis alat tangkap yang diizinkan, termasuk kurau. Namun, dalam realisasinya di lapangan banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap kurau tetapi beroperasi di dalam sungai dengan alat tangkap sepanjang ratusan kilometer (km).
Sementara dalam Permen KP terbaru ini, diatur lagi untuk alat tangkap berapa km bisa digunakan di wilayah laut dengan kejauhan tertentu sesuai operasi alat tangkap ikannya. Jika masuk ke sungai berarti mengganggu nelayan lokal, seperti pengambau atau pemukat menggunakan alat sederhana.
"Kalau alat tangkapnya diperbolehkan penggunaannya. Tapi penempatannya diatur juga. Karena masuk perairan umum kewenangan Pemprov atau Provinsi memang dalam pelaksanaan patroli kami sampaikan juga. Jadi jangan lihat perahunya saja, seperti di Nunukan itu alat tangkapnya berkilo-kilo," jelasnya.
Minimal panjang alat tangkap 1 kg atau 700 meter di Permen KP No. 18 tersebut. Sejauh ini pelanggaran yang ditemukan masih dalam wilayah perairan daerah, sehingga pihaknya hanya melakukan sossialisasi saat melakukan patroli.
"Kalau kami giat di laut, melihat tumpukan alat tangkapnya itu bisa di prediksi. Kami tanyakan langsung, ternyata bukan di wilayah yang seharusnya di operasikan," imbuhnya.
Sejauh ini pihaknya mendapatkan laporan dari nelayan, salah satunya di wilayah perairan Bunyu yang melaporkan menemukan nelayan menggunakan alat tangkap kurau di wilayah sungai dan muara.
Sebenarnya, hal yang menjadi alasan diaturnya penggunaan alat tangkap ini agar tidak mengganggu alur pelayaran dan peruntukkannya diatur dalam Undang undang. Mesti ramah lingkungan, jika penggunaan alat tangkap kurau ini tidak diatur malah dikhawatirkan akan terjadi konflik.
"Buktinya masyarakat banyak yang melapor. Merasa terganggu, karena kapasitas kapalnya bukan kecil. Dari laporan yang kami terima cukup besar. Ada yang 7 sampai 10 GT. Selama sesuai saja dengan Permen itu, ya diizinkan. Makanya masyarakat juga harus memahami, informasi yang sampai. Jangan sampai tidak paham atau tidak ada yang memberikan sosialisasi. Meskipun diizinkan, tapi kan zona tangkapnya diatur," tegasnya.
Dikhawatirkan jika tidak diatur, maka nelayan-nelayan kecil tidak bisa mendapatkan ikan. Jika biasanya bisa mendapatkan hingga 10 kg ikan, dengan adanya alat tangkap lain bisa membuat hasil ikan nelayan kecil menjadi kurang.
"Mungkin masyarakat tidak mengerti. Tahunya tidak dilarang seperti cantrang atau yang lainnya. Laporan sering masuk itu di Nunukan," pungkasnya.(sas)