DINAS Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara berencana melakukan pemasangan pancang pembatas zonasi rumput laut di wilayah perairan Kaltara.
Rencananya pemasangan akan mulai dilakukan pada akhir pekan ini, dengan memprioritaskan di luar alur pelayaran dan ranjau yang sudah disepakat sebelumnya. Kepala DKP Kaltara Rukhi Syayahdin mengatakan, sumber anggaran dari APBD Perubahan tahun 2022 dan dari rapat koordinasi sudah disepakati. Untuk titik pemasangan batas tiang pancang rumput laut.
“Tiang pancang yang akan dipasang nanti standar, sebagai tanda saja. Insiatif dari pelaku usaha memasang tanda menggunakan kayu. Kan masih banyak komitmen dari masyarakat yang kurang mendukung, tapi ini jadi tantangan. Bagaimana alur pelayaran tidak terganggu dengan tiang pancang rumput laut,” ujarnya, Selasa (13/12).
Surat Ketetapan (SK) dari Gubernur Kaltara juga sudah diterbitkan berkaitan batas alur pelayaran dan rumput laut. Titik koordinat yang menjadi batas. Pihaknya pun sudah melakukan sosialisasi ke para petani rumput laut.
“Sosialisasi sudah berjalan. Ada sekitar 42 titik yang sudah dipasang, nanti akan dipasang lebih yang baru ini. Paling rawan memang wilayah Nunukan, kami akan pasang seperti di Sungai Ular dan daerah Mamolo di Nunukan,” tuturnya.
Setelah dipasang tanda batas, maka alur pelayaran sudah jelas dan tidak lagi terbentur dengan pondasi rumput laut. Diperkirakan dari Tarakan ke Bunyu yang akan dipasang seluas 14 km. Dengan jarak 50 meter, agar lebih terlihat dan tidak terlalu jauh.
“Kalau ada yang sampai melewati, nanti para petani yang akan melepas sendiri pondasi rumput lautnya. Rumput laut kan perlu makan, nanti kalau dibiarkan akan bertambah dan tidak ada ujung pangkalnya. Akhirnya bermasalah terus,” tegasnya.
Pemasangan pembatas zonasi rumput laut ini sebagai antisipasi, setelah sebelumnya dari Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) XIII Tarakan mengekspos adanya ranjau di lokasi usaha rumput laut. Dikhawatirkan jika tidak ada batasan alur pelayaran dan wilayah perairan yang dibenarkan, untuk usaha rumput laut akan berdampak pada keselamatan petani.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Nelayan Rumput Laut Tarakan Darwis Nasir mengungkapkan, masalah zonasi dengan tanda pembatas yang sudah dibuat sebenarnya masih ada kendala. Jarak pembatas yang masih cukup jauh saat ini, menurutnya memang perlu dipasang pelampung baru. Untuk memastikan tanda jarak zonasi rumput laut.
“Kalau sudah terpasang, berarti kan jelas orang mau lewat situ sudah susah. Terbatas dengan pelampung itu, biar sementara. Cuma kendalanya, kami sebagai pembudidaya dikhawatirkan bisa diputus oleh orang yang tidak bertanggung jawab karena menggunakan tali. Kalau bisa ya menggunakan besi, ditajak biar lebih efektif,” harapnya.
Dari sekitar 150 rambu yang akan dipasang, ia berharap dari pemerintah mengantisipasi tanda bergeser atau hilang dengan melakukan patroli. Diakuinya dari 42 tajak sementara yang sudah dipasang sebelumnya. Sepekan setelah terpasang ada petani rumput laut yang keluar dari zonasi dan melewati batas tersebut.
Pihaknya pun memberikan imbauan lagi, agar tidak melewati batas. Hingga akhirnya petani rumput laut diberikan waktu seminggu, untuk mencabut rumput laut. Bahkan petani rumput laut membuka tali yang digunakan sebagai penanda batas zonasi.
“Sebenarnya walaupun mereka cabut, titik koordinatnya sudah ada dan tinggal dipasang lagi pembatasnya. Pelampung kan cuma tanda. Kan sudah disampaikan batas pelayaran. Tapi petani melewati terus. Kalau sudah ada lahan baru untuk budidaya, perlu diberikan rambu supaya petani tidak melewati batas,” tuturnya. (sas/uno)