TARAKAN - Terdakwa perkara sabu 21 kg Johansyah alias Ompong divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (21/8) lalu.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang dituntut pidana penjara seumur hidup. Juru Bicara Pengadilan Negeri Tarakan, Abdul Rahman Thalib mengatakan, setelah mempelajari fakta hukum selama persidangan berlangsung, majelis hakim akhirnya memvonis terdakwa lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Majelis hakim yang mengadili perkara tersebut berpendapat lain. Dalam pertimbangan hukuman mati, majelis hakim menilai perbuatan sudah dilakukan terdakwa berulang kali. Dengan sudah dua kali meloloskan sabu dalam jumlah besar. Kemudian ketiga kalinya ia mencoba menyelundupkan sabu 21 kg dan pada akhirnya diamankan polisi.
“Kemudian barang bukti yang ditemukan pada terdakwa relatif besar yaitu 21 kg. Kalau memang 21 kg ini sempat beredar, maka cukup lumayan masyarakat yang akan merasakan dampak buruknya,” ujarnya.
Atas dasar pertimbangan itulah yang membuat majelis hakim dengan yakin memvonis pidana mati, terhadap terdakwa Johansyah. Terhadap putusan tersebut dari terdakwa dan JPU sama-sama mengambil sikap untuk banding. Kedua belah pihak masih memiliki waktu 7 hari, untuk kembali menyatakan sikap terhadap putusan tersebut.
“Jadi barang bukti 21 kg dan sudah berulang. Maka ini kategori pelaku yang sudah tidak ada ampun-ampunnya melakukannya,” tegasnya.
Ditegaskan Rahman, dengan hukuman mati yang dijatuhkan kepada terdakwa, merupakan bentuk komitmen PN Tarakan menegakkan hukum penyalahgunaan narkotika. Khususnya dengan jumlah barang bukti yang cukup besar. Ia berharap dengan hukuman mati tersebut bisa memberikan efek jera.
Bahkan kepada pelaku lainnya yang mungkin belum berhadapan dengan hokum. Agar bisa menyesali perbuatannya.
“Tahun ini baru satu kali kami vonis mati. Karena kebetulan ini terbesar yang kami tangani. Tahun lalu itu satu perkara yang dihukum mati. Itu barang buktinya 20 kg,” ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Tarakan Harismand menjelaskan, terhadap pihaknya masih pikir-pikir. Pasalnya, masih diberikan waktu selama 7 hari untuk pikir-pikir. “Memang vonisnya lebih tinggi dari tuntutan, tapi kami masih pikir-pikir dan waktunya masih 7 hari untuk kami menyatakan sikap,” singkatnya.
Diberitakan sebelumnya, perkara 21 kg tersebut merupakan pengungkapan yang dilakukan Polda Kaltara pada 1 Desember tahun 2022 lalu. Saat itu terdakwa didapati ingin mengirimkan sabu 21 kg dari Tarakan ke Parepare, Sulawesi Selatan melalui Pelabuhan Malundung.
Terdakwa mengaku mendapatkan sabu dari seseorang yang bernama Daus. Saat ini Daus sudah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Johansyah dijanjikan upah oleh Daus senilai Rp 20 juta. Namun terdakwa baru diberikan Rp 1,4 juta, untuk dibelikan perlengkapan membungkus sabu.
Apabila sabu-sabu sudah sampai di Parepare, baru terdakwa akan mendapatkan uang Rp 20 juta. Terdakwa mengakui pada aksinya yang pertama ia mendapatkan upah Rp 5 juta. (sas/uno)