TARAKAN - Teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang ditambahkan kepada suatu sistem yang bisa diatur, menjadi perhatian Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Satreskrim Polres Tarakan jelang Pemilu tahun 2024.
Pasalnya, polisi juga masih direpotkan dengan patroli siber dan media sosial pada Operasi Mantap Brata Kayan saat ini. Kasat Reskrim Polres Tarakan AKP Randhya Sakthika Putra melalui Kanit Tipidter Ipda Muhammad Farhan menegaskan, pemilu tahun 2019 belum ada teknologi AI. Namun saat ini teknologi AI yang sudah berkembang pesat, dikhawatirkan menjadi gangguan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas) saat Pemilu tahun 2024.
“Kami mewaspadai untuk aktivitas media sosial, karena saat ini muncul teknologi AI. AI paling rawan. Pada saat kampanye itu yang kami takutkam, wajah bisa diganti, suara juga. Tapi kalau kerawanan parah, kami koordinasikan ke Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika),” ujarnya, Rabu (25/10).
Unit Tipidter ditugaskan sebagai Kasub Satgas, untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait tindak pidana siber. Sejak patroli siber ditingkatkan, pihaknya belum menemukan hal-hal yang menimbulkan kerawanan dalam pemilu. Namun, tak dipungkiri terdapat beberapa akun media sosial (medsos) yang saling berkomentar terkait salah seorang calon legoslatif (caleg).
“Cuma kami tetap memantau. Jangan sampai muncul hate speech, black campaign, politik identitas atau hoaks,” tegasnya.
Menurutnya, banyak platform sosial media yang akan dijadikan tempat untuk menyalahgunakan postingan berkaitan dengan pemilu. Seperti, WhatsApp, Instagram, Tik Tok dan Facebook. Hal ini semakin diperparah dengan adanya grup yang dibuat, pada salah satu platform medsos. Patroli siber yang dilaksanakan Unit Tipidter selama 24 jam. Selanjutnya dilaporkan ke tingkat atas, hasil temuan patroli siber.
Jika terdapat indikasi dan perlu melakukan penindakan. Pihaknya butuh melihat kembali profil indentitas terduga pelaku. Disinggung menyoal kendala dalam mendeteksi terduga pelaku ia tak menepis.
“Kami pun harus ikuti perkembangan teknologi, karena semakin berkembang. Tapi jejak digital dapat di tresing dan tidak akan pernah hilang. Kalau tak mampu kami akan meminta bantuan dari satuan atas. Kendala lainnya, yakni literasi masyarakat itu sendiri. Jangan sampai bacaan di sosmed tidak di cross check terlebih dahulu,” pesannya. (sas/uno)