TARAKAN - Universitas yang beroperasi di daerah 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan), termasuk Universitas Borneo Tarakan perlu memikirkan strategi khusus. Untuk mempersiapkan calon guru yang akan bertugas di daerah terpencil.
Penyelenggaran pendidikan di wilayah-wilayah terpencil memiliki tantangan yang khas.
Setiap daerah memiliki perbedaan geografis, budaya, keterbatasan akses komunikasi, kesulitan transportasi, masalah kesehatan dan tingkat kualitas pendidikan. Guru yang akan ditugaskan daerah terpencil perlu dipersiapkan secara sistematis.
“Persiapan itu sebaiknya dilakukan sejak calon guru belajar di bangku kuliah,” ujar Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Borneo Tarakan (FKIP UBT) Ridwan, Selasa (31/10).
Sebagai universitas penghasil calon guru terbesar di Kaltara, FKIP UBT menaruh perhatian besar. Untuk mempersiapkan calon guru yang akan ditugaskan ke daerah-daerah terpencil. Saat ini ada 80 persen lulusannya diserap seluruh kabupaten dan kota yang ada di Kaltara, yang masih memiliki banyak daerah terpencil.
Calon guru perlu dipersiapkan secara serius, agar mampu mengatasi tantangan di daerah tugasnya. Pihaknya mengupayakan persiapan calon guru, dengan mengembangkan mata kuliah penyelenggaraan pendidikan dasar di daerah terpecil.
“Target kami, calon guru lulusan FKIP UBT lebih siap menjadi guru yang berkualitas untuk digunakan di mana saja. Termasuk di daerah terpencil,” tuturnya.
FKIP UBT serius dalam mempersiapkan mata kuliah penyelenggaraan pendidikan di daerah terpecil. Bahkan meminta masukan pemerintah daerah dan guru-guru dari daerah terpencil, untuk memperkaya konsep mata kuliah baru nantinya.
Pengembangan mata kuliah penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil, datang di waktu yang tepat. Setiap lima tahun, pihaknya mengkaji kurikulum yang digunakan untuk mempersiapkan calon guru. Revisi kurikulum terakhir kali dilakukan pada 2018.
Sehingga rencana memasukkan penyelenggaraan pendidikan dasar di wilayah terpencil ke dalam kurikulum sudah sesuai dengan jadwal. Sementara itu, Guru SDN 008 Mentarang Hulu, Kabupaten Malinau, Asis Bin Wahid mengakui, sekolah menjadi satu-satunya wadah belajar di daerah terpencil. Selain itu, banyak siswa yang tidak memiliki keterampilan literasi dan numerasi.
Sekalipun siswa itu sudah berada di kelas kelas 4-6 SD. Namun banyak diantara mereka tidak mampu memahami makna yang dibaca. “Akhirnya anak-anak ini tidak bisa menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Hasil studi menunjukkan masih ada siswa kelas 4 dan 6 SD yang tak lulus kompetensi literasi dasar. Yaitu mengenal kata, suku kata, dan kata. Secara lebih spesifik, sebanyak 75 persen siswa kelas awal (1-3 SD) dan 18 persen siswa kelas tinggi (4-6 SD) tidak lulus kompetensi literasi dasar,” jelasnya.
Lebih lanjut Asis mengatakan, menghadapi tantangan pendidikan di daerah terpencil guru harus lebih fleksibel dalam menggunakan kurikulum. Orientasi pembelajaran tidak boleh hanya untuk menyelesaikan materi kurikulum semata. Tetapi harus benar-benar ditujukan untuk membantu siswa menguasai kompetensi esensial yaitu literasi, numerasi, dan karakter. (sas/uno)