TARAKAN - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) Tarakan mengklaim Kota Tarakan masih menyandang predikat pratama sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Indikator penilaian KLA bukan hanya dilihat semakin maraknya anak-anak yang menjadi pedagang asongan. “Ada 24 indikator penilaian. Banyak item penilaianya. Pertama kelembagaan, bagaimana kebijakan pemerintah. Apakah ada anggaran untuk perlindungan anak. Kemudian semua perangkat daerah, apakah ada pemenuhan hak dan perlindungan anak,” terang Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DP3A-P2KB Tarakan Rinny Faulina, Kamis (11/1).
Indikator lain, Pemerintah Daerah (Pemda) harus memenuhi hak pendidikan, partisipasi anak dalam memberikan pendapat setiap perencanaan pembangunan di Kota Tarakan, melindungi anak dari stunting dan memastikan anak bersekolah.
“Penilaiannya banyak. Kalau anak pedagang asongan ini nilainya cuma beberapa saja. Anak yang berdagang itu ada di klaster lima, perlindungan khusus anak yang terlantar. Bobotnya itu 22 dari 1.000 poin,” sebutnya.
Dari 24 indikator KLA itu ada lima klaster. Yakni, hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya dan klaster kelima, perlindungan khusus.
“Disitu termasuk Jurnalis Kawan Anak (Jurkawan). Dinas Perpustakaan wajib menyediakaan pojok baca untuk anak. Jadi semua OPD (Organisasi Perangkat Daerah) itu masuk dalam penilaian kriteria,” tegasnya.
Saat ini, pihaknya sudah menyiapkan dua puskesmas ramah anak, yakni di Puskesmas Gunung Lingkas dan Sebengkok. Juga ada satu sekolah ramah anak di Tarakan. Bahkan Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (DKISP) Tarakan juga mengawasi informasi media sosial yang ramah anak.
“Kita masih predikat pratama. Skoring yang antara 500 sampai 600. Nanti setelah pratama, madya, nindya, utama dan terakhir KLA,” ungkapnya.
Diketahui 24 indikator KLA yakni, Perda KLA, terlembaga KLA, keterlibatan masyarakat, dunia usaha dan media, akta kelahiran, informasi layak anak, partisipasi anak, perkawinan anak. Lalu, lembaga konsultasi bagi orangtua dan anak, Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD-HI), infrastruktur ramah anak, persalinan di fasilitas kesehatan, prevalensi gizi, Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA).
Termasuk fasilitas kesehatan ramah anak, air minum dan sanitasi, Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Larangan Iklan, Promosi, dan Sponsor (IPS) rokok, wajib belajar 12 tahun, sekolah ramah anak.
Kemudian, pusat kreativitas anak, perlindungan korban kekerasan dan eksploitasi, perlindungan korban pornografi dan situasi darurat, penyandang disabilitas dan Anak Berhadapan Hukum (ABH), terorisme dan stigma. (sas/uno)