TARAKAN - Pada tahun 2023, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tarakan mencatat ada 1.235 anak putus sekolah. Jumlah tersebut terdiri dari kategori dropout dan tidak melanjutkan sekolah.
“Untuk DO, ada sebanyak 856 anak dari 3 jenjang pendidikan. Sementara yang tidak melanjutkan ada 379 anak, dari 2 jenjang pendidikan SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Di luar dari 2 kategori itu yakni tidak sekolah. Itu masuk di jumlah partisipasi sekolah atau usia sekolah dibagi dengan jumlah penduduk,” jelas Kepala Disdikbud Tarakan Tamrin Toha, (16/1).
Data anak SD saat ini sebanyak 83,56 persen dan sisanya 16,5 persen anak yang tidak sekolah. Sedangkan untuk partisipasi siswa SMP 73,48 persen. “Sebenarnya masih banyak anak yang putus sekolah dan belum tertelusuri. Ini menjadi tugas Dinas Pendidikan terutama di bidang PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan pendidikan non formal,” ungkapnya.
Warga pesisir atau orangtua yang berprofesi sebagai nelayan serta petani budidaya rumput laut, mendominasi banyaknya anak yang tidak sekolah. Bahkan kebanyakan anak-anak tersebut mengikuti jejak orangtua untuk mencari nafkah dari Sulawesi ke Tarakan.
“Tapi ketika sedang mengalami penurunan omset, mereka kembali lagi ke kampung dan meninggalkan begitu saja. Tanpa mengurus administrasi dari anak-anak mereka tadi,” ujarnya.
Sebenarnya pihaknya tidak menginginkan anak-anak putus sekolah. Padahal anak putus sekolah ini bisa melanjutkan ke sekolah non formal atau Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM). Sebab pentingnya mengenyam pendidikan menjadi target untuk mencapai Kota Layak Anak (KLA).
Tak hanya pendidikan non formal, pemerintah juga menyiapkan Program Indonesia Pintar (PIP) bagi orang yang tidak mampu. Juga ada program beasiswa pendidikan bagi yang tidak mampu di SD dan SMP. “Sebetulnya tidak ada alasan dari orang tua untuk anaknya tidak bersekolah,” tegasnya.
Untuk menekan angka putus sekolah, pihaknya tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Dengan memberitahukan adanya program bagi warga yang tidak mampu. Salah satunya, bisa mendaftarkan data diri melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
“Kalaupun tidak terdaftar Dinas Pendidikan bisa mengusulkan melalui sekolah. Pihak guru melakukan home visit di rumah anak yang bersangkutan dan jika memang layak mendapatkan PIP, maka diusulkan lewat Dinas Pendidikan,” tuntasnya. (sas/uno)