Perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengerjaan pembangunan jaringan irigasi di Desa Lembudud, Kecamatan Krayan telah memasuki tahap persidangan. Sidang perdana telah digelar Selasa (13/2) lalu di Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Samarinda. Sidang digelar secara offline di Tipikor Samarinda dan online di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari Nunukan).
Ketiga terdakwa hadir dalam sidang online di Kejari Nunukan, masing-masing BT seorang PNS pada Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan V Tarakan, Kaltara, yang bertugas pada bidang satker non vertikal tertentu pelaksanaan jaringan pemanfaatan air dengan jabatan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Baca Juga: Banyak Kejanggalan Ditemukan Bawaslu Nunukan Dalam Hitung Surat Suara
Kemudian ST selalu konsultan pengawas kegiatan proyek irigasi Lembudud tahun 2020 dan SS sebagai kontraktor pelaksana kegiatan.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) pada Kejari Nunukan, Ricky Rangkuti mengatakan, pada sidang perdana, ketiganya didakwa Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Ricky menerangkan, sidang dilakukan offline dan online. Sidang online dilakukan di Nunukan karena terdakwa masih berada di Nunukan, namun JPU dari Kejari Nunukan juga ada yang sidang offline hadir di Pengadilan Tipikor, Samarinda, termasuk para saksi-saksi nantinya.
“Yang menjadi pertimbangan terkait terdakwa mau ditahan, kami serahkan ke majelis hakim sebenarnya, namun dengan alasan keamanan, karena perjalanan Nunukan ke Samarinda membutuhkan waktu yang panjang, akhirnya sidangnya tetap di Nunukan mereka secara during,” ungkap Ricky.
Usai sidang dakwaan, tidak ada eksepsi oleh para terdakwa atau penasihat hukumnya. Sidang pun akan kembali digelar Kamis (22/2) mendatand dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi. Saksi yang akan dihadirkan JPU nantinya, yakni saksi dari pihak BWS.
“Jadi kita panggil sesuai dengan porsinya, biar nyambung saat memberikan keterangan, jadi pemeriksaan sejalan, itu permintaan hakim juga sebenarnya,” beber Ricky.
Dalam perkara tersebut, sebelumnya terungkap modus operandi yang dilakukan para terdakwa yakni, pengaturan pekerjaan dalam proses tambah kurang (CCO) pekerjaan yang menyimpangi output pekerjaan yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018.
Perbuatan itu diklaim menguntungkan para terdakwa, sementara hasil pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dikarenakan pekerjaan tidak selesai. (raw/lim)