Masifnya aktivitas pertanian rumput laut di Kalimantan Utara (Kaltara) khususnya di Kota Tarakan dan Kabupaten Nunukan, menimbulkan cukup banyak limbah botol plastik di perairan Kaltara dan bibir pantai. Sehingga hal tersebut dapat mengancam ekosistem laut mengingat botol plastik memerlukan waktu yang cukup lama untuk terurai.
Saat dikonfirmasi usai menggelar pertemuan, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kaltara, Rukhi Syayahudin menerangkan, sejauh ini aktivitas pertanian rumput laut berkembang cukup pesat di Kaltara dan menjadi salah satu industri pertanian terbesar yang menjadi penopang ekonomi masyarakat.
Namun demikian, aktivitas pertanian rumput laut menimbulkan persoalan tersendiri yakni persoalan lingkungan. Namun ia mengakui sebagian besar petani rumput laut belum bertanggung jawab atas limbah botol plastik dari aktivitasnya, sehingga hal ini menimbulkan persoalan bagi ekosistem laut.
"Kita patut mengapresiasi pertanian rumput laut berkembang cukup pesat di Kaltara, dan industri rumput laut menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat terbesar. Tapi di sisi lain, ada Persoalan serius pada limbah botol plastik yang dihasilkan. Saya melihat sejauh ini masih cukup banyak petani yang tidak mengelola limbah botol plastiknya. Akhirnya dibuang begitu saja sehingga mencemari laut,"ujarnya, (29/3/2024).
Dikatakannya, limbah botol plastik tidak hanya merusak ekosistem laut saja, namun juga mempengaruhi kualitas hasil panen rumput laut itu sendiri yang pada akhirnya berdampak pada anjloknya harga. Sehingga menurutnya, kesadaran petani dalam mengelola limbah botol plastik amat penting guna menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas dari hasil panen rumput laut.
"Kami sejauh ini sering mengingatkan para petani agar membuang botol plastiknya di penampungan sampah, tapi sampai hari ini masih saja dibuang ke laut. Kami mengajak pembudidaya dan stakeholder terkait untuk serius menangani persoalan ini. Salah satu langkah kecil adalah kesadaran membuang limbahnya ke penampungan sampah,"terangnya.
Ia menerangkan, tidak ada alasan untuk pembudidaya tidak memiliki waktu atau tidak sempat membuat ke penampungan mengingat limbah merupakan tanggungjawab petani. Sehingga kata dia, membuang botol di penampungan merupakan bentuk terimakasih petani kepada alam yang telah menyediakan tempat kepada petani mengais rezeki.
"Kalau bicara repot atau tidak sempat saya kira itu bukan alasan yang tepat yah. Itu merupakan alasan yang tidak bertanggungjawab. Karena selama ini petani juga dapat menjalankan aktivitas pertanian karena kebaikan alam. Kalau airnya kotor petani juga pasti mengeluh tidak bisa menjalankan pertanian. Bertanggung jawab terhadap apa yang kita lakukan itu bentuk ungkapan terimakasih kita kepada alam, atau sebagai bentuk timbal balik. Kita menjaga ekosistem kemudian ekosistem dan alam memberikan kita rezeki,"terangnya.
"Jangan kita mau yang enaknya saja, tapi tidak bertanggung jawab terhadap aktivitas yang kita buat. Kalau alam marah dampaknya akan kembali ke kita sendiri,"pungkasnya. (zac/har)