Sejumlah gelandangan terpantau menempati Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) sebagai tempat tinggal mereka. Ini merupakan sesuatu yang tidak dianggap benar karena JPO merupakan fasilitas publik. Keberadaan tuna wisma di JPO ini mulai terlihat semenjak sepekan terakhir.
Hal ini tentunya ini menjadi perhatian khusus bagi instansi pemerintahan yang bertugas menanggulangi tuna wisma yang masih berkeliaran di Tarakan.
Baca Juga: Angka Kecelakaan Kerja di Kaltara Meningkat 60 Persen
Staf Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Dinsos dan PM) Tarakan, Suyadi, S.Pi menjelaskan, terkait fenomena ini, di mana untuk tindak lanjut terkait penanganan tuna wisma, pihaknya hanya menunggu laporan hasil penjaringan dari Satpol PP, Polres, Polsek, atau dari masyarakat langsung.
Keberadaan tuna wisma di JPO menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal. Menurut pengakuan salah seorang tuna wisma, Ia terpaksa tidur di JPO karena tak punya rumah.
"Sudah lama saya di sini, sebelumnya saya pindah-pindah tempat, tapi paling aman di sini," ucap salah seorang tuna wisma yang tak mau disebut namanya, Sabtu (18/1).
Perlindungan terhadap gelandangan ditegaskan pada pasal 34 ayat (1) UUD tahun 1945, di mana UUD tersebut menjelaskan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Baik Dinsos, Satpol PP, maupun instansi lainnya yang berwenang, diharapkan berkoordinasi untuk mengurangi jumlah gelandangan yang bermukim di tempat-tempat umum.
Dinsos dan PM Tarakan juga menghimbau bahwa tidak hanya instansi terkait, masyarakat juga memiliki peran dalam menindaklanjuti masalah tuna wisma yang ada di Tarakan, dengan melaporkan hal tersebut ke pihak yang berwenang.
Tujuannya agar kota tetap aman, tertib dan indah, sehingga fasilitas dan tempat publik dapat digunakan sebagaimana mestinya. (*/wld/jnr).